Halo mang Galih, gimana kabarnya nih mang? dan bagaimanakah kabar Bandung dan dunia fotografinya mang?
Halo mas, baik alhamdulillah kabar keluarga dan teman-teman di Semarang baik kan?
hmm… Kalau dunia fotografi di bandung berjalan seperti biasanya, beautyshot masih banyak di gandrungi, street fotografi masih berjalan seperti biasanya.
Alhamdulillah saya dan Semarang baik mas hehe, Ngomong-ngomong masih sering motret mang?
Syukur kalau tetap pada keren mas. hehe
Kalau sering sih lagi turun-naik mood nya mas, soalnya kalau motret lagi tidak mood, tetap memaksakan jalan, suka berantakan, apalagi saya motret pake film malah jadinya buang-buang frame, jadi kalau saya di tanya, “masih sering motret?” mungkin jawabnya tergantung mood saya.
Bisa aja nih mang Galih haha, Sudah berapa lama mang Galih motret pake kamera analog/ film mang ?
Jam terbang yak wkwkw, klo motret sih dari jaman sekolah dulu cuman kalau lebih spesifik main film, kalau ga salahdari bulan september 2014.
Berarti sebelumnya pernah memakai kamera digital ya mang? gimana critanya sih mang kok tertarik dengan kamera film?
Iyaps, dulu pakainya digital D5100+50mm, kalau photowalk motret-nya banyak sampe dirumah capek sendiri kurasi file. hahaha
Belum edit belum sizing file di PC, semakin banyak akhirnya curhat nih sama senior fotografer di bandung, dia langsung memberi saran
“kalau kamu memang malas dasarnya, tapi tetap ingin motret, coba pake film, disitu kamu bisa tanggung jawab apa yg sudah kamu potret.”
Nah, dari situ perasaan ingin tahu tentang kamera film dan film nya mulai muncul, mulailah saya berburu kamera2 tua di loakan dengan cuman modal kepo. hehehe
Hal pertama yang mang galih rasakan apa, ketika awal transisi dari kamera digital ke kamera film? dan kalo boleh tahu kamera film pertama mang galih apa mang ?
Hal pertama yang saya rasakan saat transisi pasti adalah ingin cepat-cepat lihat hasil dari foto yg saya ambil dengan kamera film . Lucunya saat itu saya cuma pakai kamera Yashica GSN yang auto-nya mati otomatis speed shutter cuma 1/60 saja. Alhasil under exposure semua. hahaha
Roll film yang mang galih gunain pertama kali apa mang?
Kalau roll yang putus dan kebakar dihitung tidak? hahahaa.
Sebenernya roll pertama itu pakai Kodak Color Plus 200 tapi ditengah proses karena terlalu excited jadi putus. hahaha
Roll kedua pakai KCP juga dan pertama motret bareng fotoemperan waktu itu.
Nah, untuk developing film di era sekarang ini kesulitan tidak mang?
Develop film mungkin buat saya yang tinggal di Bandung, masih dibilang aman dan gampang. Tapi buat teman-teman yang lain yang pakai kamera film di luar kota yang pada dasarnya memang tidak ada lab di kotanya mungkin harus mempertimbangkan biaya cuci scan film.
Mungkin klo cuci BW bisa belajar, asal ada alat yang dipergunakan untuk proses film.
Untuk yang color soalnya tidak bisa di cuci sendiri dengan alat yg biasa di pakai buat cuci black and white.
Kenapa alat cuci black and white tidak bisa digunakan untuk mencuci color? Berarti cuci color black and white lebih simpel ya mang? Dan kalau boleh tahu, mang galih harus merogoh kocek berapa untuk develop satu roll film di lab?
Kenapa tidak bisa cuci color dengan alat rumahan, karena film warna suhunya harus sesuai dan ketika proses developing suhu harus stabil maka harus pakai mesin yang bisa membuat suhu tetap stabil.
Yap cuci black and white adalah yang paling wajib dipelajari kalau mau main fotografi dengan kamera film.
Sekarang rata-rata sama mau color atau black and white biaya buat cuci scan disekitar Rp. 50.000-an.
Untuk film ukuran 35mm kalau 120mm paling tambah Rp. 10.000 dari harga diatas.
Wah lumayan juga ya mang, dengan proses yang panjang dan kocek yang lumayan apa yang mang galih pertama rasakan mang?
Iya juga ya,hahaha. Mungkin hal dasar dari semua yg sudah saya lakukan, motret pake film adalah kepuasan batin saja mungkin mas, dan rasa tanggung jawab apa yang sudah saya take frame. Mau hasilnya under, over, shake, blur, missed, atau komposisi yang jelek sekalipun itu yang saya dapatkan. Face it, you cannot photograph!.
Dan d roll kedepannya harus lebih baik lagi biar tidak terbuang sia-sia uang yang sudah kita gunakan untuk membeli roll film.
Selama ini berarti dengan kamera film mang galih hanya untuk sekedar hobi ya mang, pernah tidak kefikiran ke ranah komersil? Possible tidak menurut mang galih dengan kamera film ke ranah itu?
Yap, saya motret cuma buat hobi saja mas. dan tidak ada niatan buat sesuatu yang komersil dari kamera film saya.
Dan kalau possible, itu possible sekali kamera film dibawa ke ranah komersil. Ada kok teman yang motret komersil pakai kamera film. Kebanyakan prewed sama beauty shot, cuma kalau buat dokumentasi masih jarang pake film.
Jika kami perhatikan peminat kamera film dewasa ini malah semakin meningkat ya mang, terlihat dari komunitas-komintas kamera analog yang semakin banyak, bagaimana pendapat mang galih tentang itu?
Rame sih, beberapa bulan ke belakang penjualan film dan kamera nya meningkat drastis, dilihat dari segi harga per kamera yang di jual semakin kesini semakin mahal (demand-nya tinggi) dan karena kamera analog termasuk barang collectible jadi ga ada harga pasarannya,
“Mau ya beli, ga mampu yowis!”
Tapi masih banyak yang pakai kamera film dan tidak dibarengi sama knowledge tentang kamera film tersebut. Alih-alih cuma ikut tren dan akhirnya banyak keluhan-keluhan dari mereka.
Bicara masalah knowloedge , hal-hal apa saja yang wajib diketahui bagi pengguna kamera film/ analog mang?
Masalah dasar sekali sebenarnya ini, yaitu segitiga exposure kalau itu dikuasai pasti mau pake kamera apapun joss!.
Secara teknis penggunaan segitiga exposure di kamera analog perbedaan yang paling tampak mencolok dimana mang selain memang di analog serba manual?
Light metering yg paling jadi pembahasan utama kalau ada diskusi tentang film photography.
Karena kebanyakan kamera film manual itu sudah tua umurnya, maka terkadang jadi kurang sensitif terhadap perhitungan cahaya yang masuk ke lensa atau metering di kamera, maka ada kalanya kita harus pandai memanfaatkan alat yang lain (misal aplikasi light meter di HP atau light meter itu sendiri).
Kurang effisienya light metering tersebut apa itu tidak mengganggu kenyamanan mang galih dalam hunting foto mang ?
Kalau saya pribadi ya itu tadi ngakalin-nya pake app di HP sebelum motret. Light metering diusahakan dapet 18% grey, motret deh! Hahaha
Kalau masuk shadow tinggal kurangin speed atau diafragma kalau highlight berlimpah, vice aversa!
Tapi dulu pakai kamera yang kebetulan light meter-nya sedikit akurat jadi sedikit hafal kondisi cahaya kalau pake film tertentu.“Bisa karena terbiasa!.”
Maksud dapat 18% grey itu seperti apa, sedikit diperjelas mang ?
Kurang lebih middle gray untuk mencari correct exposure suatu scene supaya shadow tetap ada highlight tidak clipping, begitu kira-kira. Kalau mau lebih jelas bisa googling tentang greycard.
Kemudian kita berlanjut ke roll film mang ,apakah yang perlu diperhatikan ketika memilih atau mau memakai roll film mang?
Hmm… apa ya, ekonomis kali hahaha. Supaya banyak motret-nya dan tidak ada perasaan guilty kalau frame gagal.
Mungkin bisa saja kalau mau ngejar toning film A ya harus pakai film A.
Kalau buat black and white lebih ke karakter emulsi-nya, kalau milih film ada yang fine grain ada yang grainy parah tergantung selera sihh!.
Masalah penyimpanan roll film nih mang, hal-hal apa saja yang perlu di perhatikan?
Suhu sihh!. Cukup di suhu yang stabil kalau mau disimpen di kamar, jangan kepanasan dan jangan lembab.
Kalau untuk pemakaian jangka panjang taruh di kulkas di fruit/vegie container saja cukup.
Baik mang galih, untuk ketahanan maximal sampai berapa lama sih mang ketahanan dari roll film jika kita menggunakan prosedur penyimpanan seperti yang mang galih sampaikan ?
Kalau ketahanan film biasanya ada tanggal expired-nya di film yang kita simpan, kalu sudah expired meskipun film nya kita simpan sesuai prosedur, ya jadi jelek juga emulsi-nya.
Dari seluruh roll film yang mang galih hasilkan planing mang galih apa mang kedepanya?
Wooow pertanyaanya makin sulit. Framing yg sudah ada dan film yang sudah di develop mau diapakan yaah! Hahaha.
Jujur saja saya motret masih belajar dan sekedar hobi, ya mungkin dikumpulkan saja mas. Dan lihat progres saya belajar motret dari roll ke roll. (bukan rock and roll ya!) hahahha
Soalnya gimana ya, motret masih merasa kurang.
Ada hasil-hasil printing yang dipajang di rumah dan saling tukar print sama teman-teman yg lain biasanya.
Kamera digital semakin hari semakin canggih mang, pernah tisak terfikir untuk kembali ke kamera digital lagi? Atau mang galih ingin tetap bertahan berkarya dengan kamera film ?
Mungkin kalau untuk kerja, pasti butuh teknologi terbaru. Supaya bisa mempercepat proses kerja kita jadi lebih efisien.
Tapi kalau untuk hobi. Saya mungkin bertahan di film saja. Soalnya selain saya suka barang-barang vintage, Saya juga sekarang ini belum membutuhkan kamera digital kali yah! Hahaha.
Mungkin someday kalau film sudah susah didapatkan pasti pindah ke sensor digital.
Baik mang galih, berarti intinya mang galih memilih kamera film bukan karena trend tapi memang suka dan passion-nya disitu ya mang, sekarang mungkin ada gak nih pesan-pesan buat para pengguna kamera film/analog atau yang mungkin mau nyoba berpindah ke kamera film mang galih ?
Hmm…!, Tidak menutup kemungkinan besok saya jadi pakai digital lagi tapi buat sekarang stick to film, karena masih panjang proses belajarnya, hahaha.
Pesan-pesan ya?. Waduh da saya teh siapa atuh dimintain pesan segala da masih anak bawang yang belajar motret. Hahaha.
Ya, mungkin film atau digital sama saja, semuanya cuma media saja, yang terpenting handling dari alat yg kita punya maksimalkan.
Kalau mau sekedar coba-coba dulu lebih baik pinjam dulu dengan yang punya kamera film.
Hal yang harus dipertimbangkan banyak soalnya, Jadi dari pada mengeluarkan modal untuk beli kamera mending pinjam dulu saja, dan coba rasakan kalau memang disitu passion-nya, go for it!.
Instagram : @ssendaljepitt