Browsing Category

Street photography

Albuquerque, 1957 Credit Garry WInogrand
Artikel, Biografi, Sejarah Fotografi, Street photography,

Biografi : Garry Winogrand

Garry Winogrand (14 Januari 1928 – 19 Maret 1984) adalah seorang fotografer jalanan Amerika dari Bronx, New York, yang dikenal karena karya-karya fotonya yang menggambarkan tentang kehidupan dan masalah sosial pada pertengahan abad ke-20 di Amerika Serikat.

Central Park Zoo, New York, 1967. © Garry Winogrand

Central Park Zoo, New York, 1967. © Garry Winogrand. Sumber : journals.openedition.org

Ia menerima tiga Beasiswa Guggenheim untuk mengerjakan proyek pribadi, beasiswa dari Endowment Nasional untuk Seni , dan menerbitkan empat buku selama masa hidupnya. Dia adalah salah satu dari tiga fotografer yang karyanya ditampilkan dalam pameran New Documents yang bergengsi di Museum of Modern Art di New York pada tahun 1967 dan mengadakan pameran tunggal di sana pada tahun 1969, 1977, dan 1988. Ia bekerja sebagai jurnalis lepas dan fotografer iklan pada 1950-an dan 1960-an, dan mengajar fotografi pada 1970-an. Foto-fotonya ditampilkan di majalah fotografi seperti Popular Photography, Eros, Contemporary Photographer, dan Photography Annual.

New York, 1955 © Garry Winogrand . Sumber : Artsy.net

New York, 1955 © Garry Winogrand . Sumber : Artsy.net

Kurator fotografi, sejarawan, dan kritikus John Szarkowski menyebut Winogrand sebagai fotografer berpengaruh di generasinya. Sean O’Hagan salah seorang penulis di The Guardian pada 2014, mengatakan “Pada 1960-an dan 70-an, ia mendefinisikan fotografi jalanan sebagai suatu sikap dan juga gaya dan itu telah ada pada bayanganya sejak saat itu . . .” Phil Coomes, menulis untuk BBC News pada tahun 2013, mengatakan “Bagi kita yang tertarik dengan fotografi jalanan ada beberapa nama yang menonjol dan salah satunya adalah Garry Winogrand, yang mana foto-fotonya di New York pada 1960-an mengandung suatu pelajaran di setiap bingkai.”

Pada saat kematiannya, karya Winogrand ada sekitar 2.500 gulungan film yang belum dicetak.

 

Kehidupan awal

Orang tua Winogrand, Abraham dan Bertha, beremigrasi ke AS dari Budapest dan Warsawa. Garry tumbuh bersama saudara perempuannya Stella di pemukiman buruh yang sebagian besar penghuninya adalah Yahudi dari Bronx dan New York, di mana ayahnya adalah seorang pekerja kulit di industri garmen, dan ibunya membuat dasi. Winogrand lulus Sekolah Menengah Atas pada tahun 1946 dan memasuki Angkatan Udara AS . Ia kembali ke New York pada tahun 1947 dan belajar melukis di City College of New York dan fotografi di Universitas Columbia , juga di New York, pada tahun 1948. Ia juga menghadiri kelas foto jurnalistik yang diajarkan oleh Alexey Brodovitch di The New School for Social Research (NSSR) di New York pada tahun 1951.

New York,1965 © Garry Winogrand . Sumber : Artsy.net

New York,1965 © Garry Winogrand . Sumber : Artsy.net

Winogrand menikah dengan Adrienne Lubeau pada tahun 1952. Mereka memiliki dua anak, Laurie pada tahun 1956 dan Ethan pada tahun 1958. Mereka pisah ranjang pada tahun 1963 dan bercerai pada tahun 1966.

Karir

Dia bekerja sebagai jurnalis foto lepas dan fotografer iklan pada 1950-an dan 1960-an. Antara 1952 dan 1954 ia lepas dengan agensi Penerbitan PIX di Manhattan atas pengantar dari Ed Feingersh , dan dari tahun 1954 di Brackman Associates.

Dua dari foto-foto Winogrand muncul dalam pameran The Family of Man 1955 di Museum of Modern Art (MoMA) di New York. Pertunjukan solo pertamanya diadakan di Image Gallery di New York pada tahun 1959. Pameran pertamanya yang terkenal adalah di Five Unrelated Photographer pada tahun 1963, juga di MoMA di New York, bersama dengan Minor White , George Krause , Jerome Liebling , dan Ken Heyman.

Pada 1960-an, ia memotret di New York City dengan Lee Friedlander dan Diane Arbus.

Pada tahun 1964, Winogrand dianugerahi Guggenheim Fellowship dari John Simon Guggenheim Memorial Foundation untuk melakukan tour “untuk studi fotografi tentang kehidupan Amerika”.

Pada 1966 ia membuat pameran di George Eastman House di Rochester, New York bersama Friedlander, Duane Michals , Bruce Davidson , dan Danny Lyon dalam sebuah pameran berjudul Toward a Social Landscape, yang dikuratori oleh Nathan Lyons . Pada tahun 1967 karyanya dimasukkan dalam pameran New Documents yang “influential” di MoMA New York dengan Diane Arbus dan Lee Friedlander, yang dikuratori oleh John Szarkowski.

Sekitar 1967, Winogrand menikahi istri keduanya, Judy Teller. Mereka bersama sampai 1969.

Foto-fotonya dari Kebun Binatang Bronx dan Coney Island Aquarium menghasilkan buku pertamanya The Animals (1969), kumpulan gambar yang mengamati hubungan antara manusia dan hewan.

Dia dianugerahi Guggenheim Fellowship kedua pada tahun 1969 untuk terus mengeksplorasi “efek media pada peristiwa”. Antara 1969 dan 1976 ia memotret di acara-acara publik, menghasilkan 6.500 cetakan untuk Papageorge untuk dipilih dan digunakan untuk pameran solonya di MoMA, dan untuk proyek buku Public Relations (1977).

Pada tahun 1972 ia menikahi Eileen Adele Hale, yang dengannya ia memiliki seorang putri, Melissa.

Peace Demonstration, Central Park, New York, 1970 © Garry Winogrand . Sumber : Artsy.net

Peace Demonstration, Central Park, New York, 1970 © Garry Winogrand . Sumber : Artsy.net

Pada 1970-an Winogrand memilih mengajar di New York. Ia pindah ke Chicago pada tahun 1971 dan mengajar fotografi di Institut Desain, Institut Teknologi Illinois antara tahun 1971 dan 1972. Ia pindah ke Texas pada tahun 1973 dan mengajar di Universitas Texas di Austin antara tahun 1973 dan 1978. Ia pindah ke Los Angeles pada tahun 1978, di mana ia mengekspos 8.522 gulungan film.

Pada tahun 1979 ia mendapatkan Guggenheim Fellowship ketiganya untuk melakukan perjalanan di seluruh Amerika Serikat bagian selatan dan barat untuk menyelidiki masalah sosial pada masanya.

Fort Worth, Texas, 1975 © Garry Winogrand . Sumber : Artsy.net

Fort Worth, Texas, 1975 © Garry Winogrand . Sumber : Artsy.net

Dalam bukunya Stock Photographs (1980) ia menunjukkan ” Bagaimana orang-orang dalam hubungan satu sama lain dengan hewan-hewan pertunjukan mereka” di Fort Worth Fat Stock Show dan Rodeo .

Szarkowski, Direktur Fotografi di MoMA New York, menjadi editor dan peninjau karya Winogrand. Szarkowski memanggilnya fotografer berpengaruh di generasinya.

Kematian dan warisan

Winogrand didiagnosis menderita kanker kandung empedu pada 1 Februari 1984 dan dirujuk ke Klinik Gerson di Tijuana , Meksiko, untuk mencari pengobatan alternatif (dengan biaya $ 6.000 per minggu pada 2016). Ia meninggal pada 19 Maret, di usia 56 tahun.

Pada saat kematiannya, pekerjaannya yang terakhir sebagian besar tidak diproses, sekitar 2.500 gulungan film yang belum dikembangkan, 6.500 gulungan dari paparan yang dikembangkan tetapi tidak terekspose. Total kurang lebih ia meninggalkan hampir 300.000 gambar yang belum diedit. Garry Winogrand Archive di Center for Creative Photography (CCP) terdiri dari lebih dari 20.000 cetakan, 20.000 contact sheets, 100.000 negatif film dan 30.500 35 mm slide warna serta beberapa cetakan Polaroid. Beberapa karyanya yang belum dikembangkan dipamerkan secara anumerta, dan diterbitkan oleh MoMA dalam ikhtisar karyanya Winogrand, Figments from the Real World (2003).

Pameran Museum of Modern Art di San Francisco

Pameran Museum of Modern Art di San Francisco , 2013. Sumber : Wikipedia.com

Namun masih banyak dari arsipnya yang sebagian besar belum diteliti dari awal hingga akhir, dan foto-fotonya yang terkenal, dimasukkan dalam pameran tur retrospektif yang dimulai pada 2013 dan di lampirkan dalam buku Garry Winogrand (2013). Fotografer Leo Rubinfien yang mengkurator retrospektif 2013 di Museum Seni Modern San Francisco merasa bahwa tujuan dari pertunjukannya adalah untuk mencari tahu, “… apakah Szarkowski benar tentang pekerjaan terakhir winogrand?” Szarkowski merasa bahwa karya terbaik Winogrand selesai pada awal 1970-an. Rubinfien berpikir, setelah memproduksi pameran di perkiraan bahwa Winogrand dalam kondisi terbaiknya dari tahun 1960 hingga 1964.

 

Garry Winogrand Sumber Wikipedia.com

Garry Winogrand Sumber : Wikipedia.com

 

 

Refrensi :

journals.openedition.org

theparisreview.org

nytimes.com

Arsy.net

wikipedia.com

 

henri_cartier_bresson
Artikel, Biografi, Sejarah Fotografi, Street photography,

Pendiri Magnum Photo : Henri Cartier Bresson

Henri Cartier Bresson (22 Agustus 1908 – 3 Agustus 2004) adalah seorang fotografer humanis Prancis yang dianggap sebagai master fotografi candid , dan pengguna awal film 35 mm . Dia memelopori genre fotografi jalanan , dan memandang fotografi sebagai momen yang menentukan.

Henri Cartier Bresson lahir di Chanteloup-en-Brie , Seine-et-Marne, Prancis, anak tertua dari lima bersaudara. Ayahnya adalah produsen tekstil yang kaya. Keluarga ibunya adalah pedagang kapas dan pemilik tanah dari Normandia , tempat Henri menghabiskan sebagian masa kecilnya. Keluarga Henri tinggal di lingkungan borjuis di Paris, Rue de Lisbonne, dekat Place de l’Europe dan Parc Monceau . Orang tuanya mendukungnya secara finansial sehingga Henri dapat mengejar fotografi lebih bebas daripada orang-orang disekitarnya. Selain fotografi Henri juga ahli membuat sketsa.

Henri muda awalnya suka mengabadikan moment liburan dengan kamera Brownie. Dia kemudian bereksperimen dengan 3 × 4 inch View Camera. Ia dibesarkan dengan gaya borjuis tradisional Prancis, dan ayahnya berasumsi bahwa Henri akan menjalankan bisnis keluarga, tetapi ternyata ia merasa tidak cocok dalam bidang tersebut.

Seni lukis

Setelah mencoba belajar musik, Cartier-Bresson diperkenalkan pada lukisan cat minyak oleh pamannya Louis, seorang pelukis berbakat. Tetapi pelajaran melukis tak berlangsung lama karena pamanya Louis terbunuh dalam Perang Dunia I.

Foto ini telah dipilih untuk buku Henri CARTIER-BRESSON oleh Ferdinando SCIANNA untuk diterbitkan oleh Sciardelli Publishers, Milan, September 1998. Sumber : wikipedia.com

Pada tahun 1927, Cartier-Bresson memasuki sekolah seni swasta dan Akademi Lhote, studio Paris dari pelukis dan pemahat Kubisme André Lhote . Ambisi Lhote adalah untuk mengintegrasikan pendekatan kaum Kubis ke realitas dengan bentuk artistik klasik, dia ingin menghubungkan tradisi klasik Prancis Nicolas Poussin dan Jacques-Louis David ke Modernisme . Cartier-Bresson juga belajar melukis dengan pelukis society portraitist Jacques Émile Blanche . Selama periode ini, ia membaca Dostoevsky , Schopenhauer , Rimbaud , Nietzsche , Mallarmé, Freud , Proust , Joyce , Hegel , Engels dan Marx . Lhote membawa murid-muridnya ke Louvre untuk belajar seni klasik dan ke galeri Paris untuk mempelajari seni kontemporer. Ketertarikan Cartier-Bresson pada seni modern digabungkan dengan kekaguman pada karya-karya para master Renaissance : Jan van Eyck , Paolo Uccello , Masaccio , Piero della Francesca . Cartier-Bresson menganggap Lhote sebagai gurunya dalam dunia “fotografi tanpa kamera.”

Pengaruh fotografi surealis

Meskipun Cartier-Bresson menjadi frustrasi dengan pendekatan Lhote yang “sarat aturan” terhadap seni, pelatihan teoretis yang ketat ternyata membantunya mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah artistik dan komposisi dalam fotografi. Pada 1920-an, sekolah-sekolah realisme fotografis bermunculan di seluruh Eropa tetapi masing-masing memiliki pandangan berbeda mengenai arah yang harus diambil dalam fotografi. Cartier-Bresson mulai bersosialisasi dengan para surealis di Café Cyrano, di Place Blanche. Dia bertemu sejumlah protagonis terkemuka, dan tertarik pada teknik gerakan surealis menggunakan alam bawah sadar dan langsung untuk di aplikasikan pada karya mereka. Sejarawan Peter Galassi menjelaskan:

“Para surealis mendekati fotografi dengan cara yang sama seperti Aragon dan Breton … mendekati jalan: dengan hasrat yang rakus akan hal-hal yang biasa dan tidak biasa … Para surealis mengakui dalam fakta fotografi yang gamblang sebuah kualitas esensial yang telah dikeluarkan dari teori-teori fotografi sebelumnya realisme. Mereka melihat bahwa foto-foto biasa, terutama ketika dicabut dari fungsi praktisnya, mengandung banyak makna yang tidak disengaja, yang tidak terduga.”

SPAIN. Valencia. 1933.Inside the sliding doors of the bullfight arena.

SPAIN. Valencia. 1933. © Henri Cartier-Bresson. Magnumphotos.com

Cartier-Bresson matang secara artistik dalam suasana politik dan budaya yang penuh gejolak ini. Tetapi, meskipun dia tahu konsepnya, dia tidak bisa mengungkapkannya; tidak puas dengan eksperimennya, ia menghancurkan sebagian besar lukisan awalnya.

Menerima kamera pertama

Pada tahun 1929, Seorang komandan skuadron udara menahan Henri di tahanan rumah karena hunting tanpa lisensi. Kemudian Henri bertemu dengan ekspatriat Amerika Harry Crosby di Le Bourget , yang membujuk komandan tersebut untuk membebaskan Cartier-Bresson ke tahanannya selama beberapa hari.

Keduanya tertarik pada fotografi, dan Harry memberi Henri kamera pertama. Mereka menghabiskan waktu bersama untuk mengambil dan mencetak foto di rumah Crosby, Le Moulin du Soleil (The Sun Mill), dekat Paris di Ermenonville , Prancis.

Terjun di dunia fotografi

Pada akhir 1931 Henri memperdalam hubungannya dengan kaum surealis di Marseille. Dia menjadi terinspirasi oleh sebuah foto tahun 1930 oleh jurnalis foto Hongaria Martin Munkacsi yang memperlihatkan tiga anak laki-laki Afrika telanjang, berlari ke permukaan Danau Tanganyika. Menurutnya foto itu menangkap kebebasan, keanggunan dan spontanitas gerakan mereka dan kegembiraan mereka yang terlihat hidup. Foto itu mengilhami dia untuk berhenti melukis dan serius memotret.

Three Boys at Lake Tanganyika, 1930. Wikipedia.com

Tiga anak laki-laki di Danau Tanganyika, 1930. Wikipedia.com

Dia memperoleh kamera Leica dengan lensa 50 mm di Marseilles yang menemaninya selama bertahun-tahun. Anonimitas yang diberikan kamera kecil kepadanya di tengah keramaian atau selama momen intim sangat penting dalam mengatasi perilaku formal dan tidak wajar dari mereka yang sadar difoto. Dia meningkatkan anonimitasnya dengan mengecat semua bagian mengkilap Leica dengan cat hitam.

Leica Pertama Henri cartier Bresson

Leica Pertama Henri cartier Bresson . Wikipedia.com

Foto-fotonya dipamerkan pertama kali di Julien Levy Gallery di New York pada tahun 1932, dan kemudian di Ateneo Club di Madrid. Pada tahun 1934 di Meksiko, ia berbagi pameran dengan Manuel Álvarez Bravo.

Pada tahun 1934, Cartier-Bresson bertemu dengan seorang intelektual muda Polandia, seorang fotografer bernama David Szymin yang dipanggil “Chim” karena namanya sulit diucapkan. Szymin kemudian mengubah namanya menjadi David Seymour. Keduanya memiliki banyak kesamaan budaya. Melalui Chim, Cartier-Bresson bertemu dengan seorang fotografer Hongaria bernama Endré Friedmann, yang kemudian mengubah namanya menjadi Robert Capa.

Pameran di Amerika Serikat

Cartier-Bresson melakukan perjalanan ke Amerika Serikat pada tahun 1935 dengan undangan untuk memamerkan karyanya di Julien Levy Gallery di New York. Dia berbagi ruang pamer dengan sesama fotografer Walker Evans dan Manuel Álvarez Bravo. Carmel Snow dari Harper’s Bazaar memberinya tugas fashion, tetapi ia bernasib buruk karena ia tidak tahu bagaimana mengarahkan atau berinteraksi dengan para model. Namun demikian, Snow adalah editor Amerika pertama yang menerbitkan foto-foto Cartier-Bresson di majalah. Sementara di New York, ia bertemu dengan fotografer Paul Strand , yang melakukan pemotretan untuk film dokumenter era Depresi The Plough That Broke the Plains .

Pembuatan film

Ketika dia kembali ke Prancis, Cartier-Bresson melamar pekerjaan dengan sutradara film terkenal Prancis Jean Renoir. Dia berakting dalam film Renoir tahun 1936 Partie de campagne dan dalam 1939 La Règle du jeu , yang dia mainkan sebagai kepala pelayan. Renoir membuat Cartier-Bresson mengerti bagaimana rasanya berada di sisi lain kamera.

La Règle du Jeu 1939 Cover

La Règle du Jeu 1939 Cover. wikipedia.com

Cartier-Bresson juga membantu Renoir membuat film untuk pesta Komunis tentang 200 keluarga, termasuk keluarganya, yang mengelola Prancis. Selama perang saudara Spanyol , Cartier-Bresson bersama-sama mengarahkan film anti-fasis dengan Herbert Kline , untuk mempromosikan layanan medis Republik.

Karir di dunia jurnalistik

Foto jurnalis foto pertama Cartier-Bresson diterbitkan pada tahun 1937 ketika ia meliput penobatan Raja George VI dan Ratu Elizabeth. Dia fokus pada subyek perayaan raja baru yang berbaris di jalan-jalan London, dan tidak mengambil gambar raja. Kredit fotonya terbaca “Cartier”, karena ia ragu-ragu untuk menggunakan nama lengkap keluarganya.

GB. London. Coronation of George VI. 12 Mei 1937. © Henri Cartier-Bresson. Magnumphotos.com

Pernikahan

Pada 1937, Cartier-Bresson menikah dengan seorang penari Jawa, kelahiran Batavia, Ratna Mohini. Mereka tinggal di Paris, rue Neuve-des-Petits-Champs (sekarang rue Danielle Casanova), sebuah studio besar dengan kamar tidur, dapur, dan kamar mandi kecil tempat Cartier-Bresson mengerjakan film. Antara 1937 dan 1939, Cartier-Bresson bekerja sebagai fotografer untuk surat kabar Komunis Prancis, Ce Soir. Bersama Chim dan Capa, Cartier-Bresson adalah orang kiri, tetapi ia tidak bergabung dengan partai Komunis Perancis.

ratna_mohini

Ratna Mohini. Sumber: Wikipedia.com

Perang Dunia II

Ketika Perang Dunia II pecah pada bulan September 1939, Cartier-Bresson bergabung dengan Tentara Prancis sebagai Kopral dalam unit Film dan Foto. Selama Pertempuran Prancis, pada Juni 1940 di St. Dié di Pegunungan Vosges, ia ditangkap oleh tentara Jerman dan menghabiskan 35 bulan di kamp-kamp tawanan perang untuk kerja paksa di bawah Nazi. Dia dua kali mencoba dan gagal melarikan diri dari kamp penjara, dan dihukum dengan kurungan tersendiri. Pelarian ketiganya berhasil dan dia bersembunyi di sebuah pertanian di Touraine sebelum mendapatkan dokumen palsu yang memungkinkannya untuk melakukan perjalanan di Prancis. Di Prancis, ia bekerja di bawah tanah, membantu pelarian lain dan bekerja secara diam-diam dengan fotografer lain untuk meliput penjajahan di Prancis. Pada tahun 1943, ia menggali kamera Leica kesayangannya, yang telah ia kubur di tanah pertanian dekat Vosges. Pada akhir perang ia diminta oleh Kantor Informasi Perang Amerika untuk membuat film dokumenter, Le Retour (Kembalinya) tentang pengembalian tahanan Prancis dan orang-orang terlantar.

Menjelang akhir Perang, desas-desus telah mencapai Amerika bahwa Cartier-Bresson telah terbunuh. Filmnya tentang pengungsi perang yang kembali (dirilis di Amerika Serikat pada tahun 1947) memacu retrospektif karyanya di Museum Seni Modern (MoMA) alih-alih acara anumerta yang telah disiapkan MoMA. Acara debutnya pada tahun 1947 bersama dengan penerbitan buku pertamanya, The Photographs of Henri Cartier-Bresson. Ditulis oleh Lincoln Kirstein dan Beaumont Newhall.

Kelahiran Magnum Photo

Pada awal 1947, Cartier-Bresson, bersama Robert Capa, David Seymour, William Vandivert dan George Rodger mendirikan Magnum Photos. Gagasan Capa, Magnum adalah agen gambar kooperatif yang dimiliki oleh para anggotanya. Tim membagi tugas foto di antara anggota. Rodger, yang telah keluar dari Life di London setelah meliput Perang Dunia II, akan meliput Afrika dan Timur Tengah. Chim, yang berbicara berbagai bahasa Eropa, akan bekerja di Eropa. Cartier-Bresson akan ditugaskan ke India dan Cina. Vandivert, yang juga meninggalkan Life, akan bekerja di Amerika, dan Capa akan bekerja di mana saja yang memiliki tugas. Maria Eisner mengelola kantor Paris dan Rita Vandivert, istri Vandivert, mengelola kantor New York dan menjadi presiden pertama Magnum.

A Cartier-Bresson picture taken in Shanghai

Foto Karya Cartier-Bresson yang diambil di Shanghai, 1948, menunjukkan orang-orang menyerbu sebuah bank untuk emas sebelum pasukan Komunis tiba. © Henri Cartier-Bresson, Fondation Henri Cartier-Bresson, Museum of Modern Art

Cartier-Bresson memperoleh pengakuan internasional atas liputannya tentang pemakaman Gandhi di India pada 1948 dan akhir Perang Sipil Cina pada 1949. Ia meliput enam bulan terakhir pemerintahan Kuomintang dan enam bulan pertama Republik Rakyat Maois. Dia juga memotret kasim Kekaisaran terakhir yang masih hidup di Beijing, saat kota itu jatuh ke tangan kaum komunis. Di Shanghai, ia sering bekerja di perusahaan jurnalis foto Sam Tata , yang sebelumnya berteman dengan Cartier-Bresson di Bombay. Dari Cina, ia pergi ke Hindia Belanda (Indonesia), di mana ia mendokumentasikan perolehan kemerdekaan dari Belanda. Pada tahun 1950, Cartier-Bresson telah melakukan perjalanan ke India Selatan. Dia telah mengunjungi Tiruvannamalai, sebuah kota di Negara Bagian Tamil Nadu di India dan memotret saat-saat terakhir Ramana Maharishi, Sri Ramana Ashram dan sekitarnya. Beberapa hari kemudian ia juga mengunjungi dan memotret Sri Aurobindo, Ibu dan Sri Aurobindo Ashram, Pondicherry.

 

GANDHI

INDIA. Delhi. Birla House. 1948. GANDHI menentukan sebuah pesan, tepat sebelum berbuka puasa. Credit Henri Cartier Bresson. magnumphotos.com

Misi Magnum adalah untuk “merasakan denyut nadi” zaman dan beberapa proyek pertamanya adalah Orang – orang yang Hidup di seluruh dunia, Pemuda Dunia, Wanita Dunia dan Generasi Muda. Magnum bertujuan untuk menggunakan fotografi dalam pelayanan kemanusiaan, dan memberikan potret yang menarik dan harapnya dilihat banyak orang diseluruh dunia.

The Decisive Moment

Pada tahun 1952, Cartier-Bresson menerbitkan bukunya Images à la sauvette, yang edisi bahasa Inggrisnya berjudul The Decisive Moment, meskipun judul bahasa Prancis sebenarnya diterjemahkan sebagai “gambar secara diam-diam” atau “gambar yang diambil dengan tergesa-gesa”, Foto-foto dalam buku à la sauvette terdapat 126 karya fotonya dari Timur dan Barat. Sampul buku itu dibuat oleh Henri Matisse. Untuk kata pengantar filosofis 4.500 kata, Cartier-Bresson mengambil teks utamanya dari abad ke-17 Kardinal de Retz.

SPAIN. Madrid. 1933.

SPAIN. Madrid. 1933. © Henri Cartier-Bresson. Magnumphotos.com

“Fotografi tidak seperti lukisan, ada sepersekian detik kreatifitas ketika Anda mengambil foto. Mata Anda harus melihat komposisi atau ekspresi yang ditawarkan oleh kehidupan itu sendiri kepada Anda, dan Anda harus tahu dengan intuisi kapan harus mengklik kamera. Itulah saat fotografer kreatif, “katanya. “Oop! Momennya! Begitu kamu melewatkannya, itu akan hilang selamanya.” kata Cartier-Bresson kepada Washington Post pada tahun 1957.

FRANCE. Paris. Place de l’Europe. Gare Saint Lazare. 1932. © Henri Cartier-Bresson, Magnumphotos.com

Cartier-Bresson membuat pameran pertamanya di Prancis di Pavillon de Marsan di Louvre pada tahun 1955.

Later career

Fotografi Cartier-Bresson membawanya ke banyak tempat, termasuk Cina, Meksiko, Kanada, Amerika Serikat, India, Jepang, dan Uni Soviet. Dia menjadi fotografer Barat pertama yang memotret “Bebas” di Uni Soviet pasca-perang.

SOVIET UNION. Russia. Young Pioneer camp

SOVIET UNION. Russia. Young Pioneer camp dekat Moscow. 1954. © Henri Cartier-Bresson, Magnumphotos.com

Pada tahun 1962, atas nama Vogue, ia pergi ke Sardinia selama sekitar dua puluh hari. Di sana ia mengunjungi Nuoro, Oliena, Orgosolo Mamoiada Desulo, Orosei, Cala Gonone, Orani (di-host oleh temannya Costantino Nivola ), San Leonardo di Siete Fuentes, dan Cagliari.

Cartier-Bresson mengundurkan diri sebagai kepala sekolah Magnum (yang masih mendistribusikan foto-fotonya) pada tahun 1966 untuk berkonsentrasi pada potret dan lanskap.

Pada 1967, ia bercerai dari istri pertamanya selama 30 tahun, Ratna “Elie”. Pada tahun 1968, ia mulai berpaling dari fotografi dan kembali ke hasratnya untuk menggambar dan melukis. Dia mengakui bahwa mungkin dia telah mengatakan semua yang dia bisa melalui fotografi. Dia menikah dengan fotografer Magnum Martine Franck, tiga puluh tahun lebih muda dari dirinya, pada tahun 1970. Pasangan ini memiliki seorang putri, Mélanie, pada Mei 1972.

Henri and Martine © Andre Kertesz, 1980.

Henri and Martine © Andre Kertesz, 1980. Sumber : henricartierbresson.org

Cartier-Bresson pensiun dari fotografi pada awal 1970-an, dan pada 1975 tidak lagi mengambil gambar selain potret pribadi sesekali. Henri bilang dia menyimpan kameranya di brankas di rumahnya dan jarang mengeluarkannya. Ia kembali melukis, menggunakan pensil, pena dan tinta. Dia mengadakan pameran gambar pertamanya di Galeri Carlton di New York pada tahun 1975.

Kematian dan warisan

Cartier-Bresson meninggal di Céreste ( Alpes-de-Haute-Provence , Prancis) pada 3 Agustus 2004, pada usia 95. Tidak ada penyebab kematian yang diumumkan. Dia dimakamkan di pemakaman lokal di Montjustin.

Cartier-Bresson menghabiskan lebih dari tiga dekade untuk tugas seumur hidup dan jurnal-jurnal lainnya. Dia melakukan perjalanan tanpa batas, mendokumentasikan beberapa pergolakan besar abad ke-20 – perang saudara Spanyol, pembebasan Paris pada tahun 1944, pemberontakan mahasiswa 1968 di Paris, jatuhnya Kuomintang di Tiongkok ke komunis, pembunuhan Mahatma Gandhi, Tembok Berlin, dan gurun pasir Mesir. Dan di sepanjang jalan dia berhenti untuk mendokumentasikan potret Camus , Picasso , Colette , Matisse , Pound dan Giacometti . Tetapi banyak dari foto-fotonya yang paling terkenal, seperti Behind the Gare St. Lazare, adalah momen yang tampaknya tidak penting dalam kehidupan sehari-hari.

INDONESIA. Bali. 1949.

INDONESIA. Bali. 1949. © Henri Cartier-Bresson, Magnumphotos.com

Cartier-Bresson tidak suka difoto dan menghargai privasinya. Foto-foto Cartier-Bresson tidak banyak. Ketika ia menerima gelar kehormatan dari Universitas Oxford pada tahun 1975, ia memegang kertas di depan wajahnya untuk menghindari difoto. Dalam sebuah wawancara dengan Charlie Rose pada tahun 2000, Cartier-Bresson mencatat bahwa ia tidak perlu benci untuk difoto, tetapi ia merasa malu dengan gagasan difoto karena terkenal.

Cartier-Bresson percaya bahwa apa yang terjadi di bawah permukaan bukan urusan siapa-siapa selain miliknya sendiri. Dia ingat bahwa dia pernah menceritakan rahasianya yang paling dalam kepada seorang sopir taksi Paris, yakin bahwa dia tidak akan pernah bertemu pria itu lagi.

Pada tahun 2003, ia menciptakan Henri Cartier-Bresson Foundation di Paris bersama istrinya, fotografer Belgia Martine Franck dan putrinya untuk melestarikan dan berbagi warisannya. Pada tahun 2018, yayasan tersebut pindah dari distrik Montparnasse ke Le Marais.

Henri-cartier-bresson

Henri Cartier Bresson. Sumber : nytimes.com

 

Sumber :

Nytimes.com : Henri Cartier Bresson Photography

Nytimes.com : Cartier

Wikipedia.com

© Tawandwad Wanavit
Artikel, Interview, Street photography,

Photographer Interview : Tawanwad Wanavit From Thailand

Bisakah Anda memperkenalkan diri anda?

Hai, saya Tang Tawanwad Wanavit. Saya saat ini berusia 27 tahun, bekerja sebagai sinematografer di Thailand, tetapi saya jatuh cinta pada fotografi. Saya telah memotret fotografi jalanan selama 2 tahun sekarang.

Could you please introduce yourself?

Hi, I’m Tang Tawanwad Wanavit. I’m currently 27 years old, working as a cinematographer in Thailand, but I fell in love with photography. I’ve been shooting street photography for 2 years now.

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

Apa kenangan masa kecil Anda terhadap seni?

Orang tua saya adalah seniman sehingga mereka menyukainya ketika saya melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni, saya sangat senang melakukan sesuatu yang mereka banggakan. Mereka selalu mendorong saya untuk melukis, menggambar, dan bahkan menari ketika saya masih muda, jadi di satu sisi, saya selalu berada di sisi baik seni.

What is your childhood memories towards the arts?

My parents are artists so they love it when I do something art related, I’m very happy to do something that they’re proud of. They always encourage me to paint, draw, and even dance when I was young, so in a way, I’m always on the good side of art.

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

Apa yang pertama kali menarik Anda ke fotografi dan bagaimana Anda menemukannya?

Hal pertama yang harus saya akui, adalah gagasan untuk menjadi keren. Saya pikir itu terlihat keren untuk berjalan membawa kamera, saya terinspirasi oleh karya Tavepong Pratoomwong dan dia sangat keren dengan foto-fotonya. Ide itu tidak melekat pada saya sangat lama, kemudian saya menjadi bosan untuk berusaha keras untuk menjadi keren untuk mengesankan orang lain, saya kemudian tertarik pada gagasan eksperimen.

What first drew you to photography and how did you discover it?

The very first thing I have to admit, it was the idea of being cool. I thought that it looks cool to walk around carrying a camera, I was inspired by Tavepong Pratoomwong’s works and he’s very cool with his photos. That idea didn’t stick to me very long, later on I became bored of trying so hard to be cool to impress other people, I then become attracted to the idea of experiments.

 

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

 

Apa yang membuat fotografi jalanan begitu spesial untuk Anda?

Fotografi jalanan benar-benar tempat bermain bagi saya. Ini sangat istimewa karena memiliki begitu sedikit aturan dan begitu banyak ruang untuk bermain. Saya dapat melakukan apa pun yang saya inginkan, biasanya ketika saya ingin tahu tentang bagaimana foto akan terlihat jika saya melakukan sesuatu, saya bisa melakukannya!

What makes street photography so special for you?

Street photography is literally a playground for me. It’s so special because it has so little rules and so much room to play. I can do anything I want, usually when I’m curious about what the photo would look like if I do something, I can just do it!

 

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

 

Apa perbedaan yang diciptakan fotografi dalam hidup Anda?

Ini menciptakan obsesi besar bagi saya, dan saya tidak bisa berhenti melakukannya. Tidak peduli betapa lelahnya saya, betapa sibuknya saya, saya selalu punya waktu untuk fotografi. Itu adalah sesuatu yang harus saya lakukan untuk melepaskan energi saya. Saya melihat dunia secara berbeda, dan saya menjadi semakin sensitif terhadap apa yang terjadi di sekitar saya.

What difference does photography create in your life?

It creates this huge obsession for me, and I cannot stop doing it. No matter how tired I am, how busy I am, I always have time for photography. It’s something I need to do to release my energy out. I look at the world differently, and I become more and more sensitive to what’s going on around me.

 

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

 

Bagaimana Anda tahu ketika sesuatu, seseorang, atau beberapa tempat layak untuk difoto?

Jika saya melihat itu lebih dari satu kali, atau saya berhenti dan melihatnya, maka ada baiknya untuk mengambil foto.

How do you know when something, someone, or some place is worth shooting?

If I look at it more than once, or I stop and look at it, then it’s worth shooting.

 

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

 

Bagaimana Anda mendeskripsikan koneksi Anda dengan subjek Anda?

Ini adalah sesuatu yang menjadi masalah saya di masa lalu, saya takut pada orang-orang dan hewan yang saya potret karena saya selalu berpikir bahwa mereka akan menyerang saya, Jadi bahasa tubuh saya selalu menunjukkan bahwa saya gugup ketika saya mendekati mereka, Jadi mereka selalu merasa bahwa saya melakukan sesuatu yang tidak saya yakini dan mungkin sesuatu yang buruk. Kemudian, saya mencoba berteman dengan mereka. Ketika saya memotret, Saya banyak tersenyum, bukan karena saya ingin menunjukkan kepada mereka bahwa saya ramah, tetapi saya lebih bersenang-senang ketika saya memotret. Ketika saya berpikir mereka adalah teman saya, kebanyakan orang dan hewan merasakannya, dan mereka tidak keberatan saya memotret, tetapi tentu saja, ketika saya memotret mereka ketika mereka tidak sadar, dan mencaritahu setelahnya, itu bisa menjadi beberapa konflik.

How do you describe your connection with your subject matter?

This is something I have problem with in the past, I was scared of the people and the animals I shoot because I always think that they would attack me, so my body language always show that I’m nervous when I go near them, so they always sense that I’m doing something I’m not confident of and it’s probably something bad. Later on, I try to be friends with them. When I shoot, I smile a lot, not because I want to show them that I’m friendly, but I have more fun when I shoot. When I think they’re my friends, most people and animals kinda sense it, and they don’t mind me shooting, but of course, when I shoot them when they’re not aware, and found out later, there could be some conflict.

 

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

 

Gear anda?

Lumix GX9 dengan lensa 15mm dari Leica Summilux DG, dibuat untuk Panasonic.

Your gear?

Lumix GX9 with 15mm lenses from Leica Summulix DG, made for Panasonic.

 

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

Satu hal yang selalu kamu ingat di jalanan?

Saya selalu mengingatkan diri sendiri untuk tidak membawa kamera sampai saya menyusun gambar kasar di kepala saya terlebih dahulu, kadang-kadang momen itu bisa hilang jika saya memunculkannya terlalu cepat.

One thing you always make sure to remember on the streets?

I always remind myself to not bring the camera up until I compose a rough image in my head first, sometimes the moment could be gone if I bring it up too fast.

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

Fotografer mana yang menginspirasi Anda?

Tavepong Pratoomwong menginspirasikan saya ke dalam fotografi jalanan, kemudian saya memiliki era obsesi flash saya, yang dimulai dari tahun ini. Gavin Bragdon, Gareth Bragdon, Salvatore Matarazzo, dan Barry Talis sangat menginspirasi saya.

Which photographers inspire you?

Tavepong Pratoomwong inspired me into street photography, then I have my flash obsession era, which started from this year. Gavin Bragdon, Gareth Bragdon, Salvatore Matarazzo, and Barry Talis inspired me a lot.

 

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

 

Anda punya buku favorit tentang fotografi?

Minutes to Midnight karya Trent Parke adalah favorit saya sepanjang masa.

You have any favorite books on photography?

Minutes to Midnight by Trent Parke is my all time favorite.

 

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

 

Menurut Anda, bagaimana teknologi mengilhami kreativitas dalam fotografi?

Saya pikir semakin banyak teknologi, semakin banyak kemungkinan. Saya selalu bersemangat untuk teknologi baru. Jika Anda bertanya kepada saya tentang batasan apa yang baik untuk fotografi jalanan dan apa yang akan saya katakan, Fotografi adalah tentang memanipulasi dan menangkap cahaya. Jika teknologi yang Anda gunakan adalah tentang memanipulasi lampu, ada baiknya datang pada saya.

How do you think technology inspires creativity in photography?

I think the more technology, the more possibilities. I’m always very excited for new technologies. If you ask me about the limits of what’s okay for street photography and what’s too much I would say, Photography is about manipulating and capturing lights. If the technology you use is about manipulating the lights, it’s good to go for me.

 

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

 

Prestasi apa yang telah Anda dapatkan selama karier Anda dalam fotografi?

Miami Street Photography Festival 2015 – Finalist

Street Foto San Francisco 2016 – Finalist

Brussel Street Photography Festival 2017 – Finalist

Observe Collective, Down by the River, Iserlohn Germany Contest – 1st Place

Street Foto San Francisco 2017 – Finalist

Street Foto San Francisco 2018 – Finalist

London Street Photography Festival 2018 – Finalist

Bangkok Street Photography Festival – Finalist

Brussel Street Photography Festival 2018 – Finalist

Italian Street Photo Festival 2018 – Finalist

What achievements have you gained during your career in photography ?

Miami Street Photography Festival 2015 – Finalist

Street Foto San Francisco 2016 – Finalist

Brussel Street Photography Festival 2017 – Finalist

Observe Collective, Down by the River, Iserlohn Germany Contest – 1st Place

Street Foto San Francisco 2017 – Finalist

Street Foto San Francisco 2018 – Finalist

London Street Photography Festival 2018 – Finalist

Bangkok Street Photography Festival – Finalist

Brussel Street Photography Festival 2018 – Finalist

Italian Street Photo Festival 2018 – Finalist

 

© Tawandwad Wanavit

© Tawandwad Wanavit

 

Ada tips untuk calon fotografer jalanan di luar sana?

Saya merasa seperti saya masih sangat baru juga, tetapi jika ada beberapa saran yang dapat saya berikan, itu harus tentang mengelola emosi Anda terhadap perhatian yang diberikan orang kepada Anda. Ada periode di mana saya mendapat begitu banyak perhatian dan saya terobsesi dengan itu saya menjadi serakah. Selalu waspada dengan apa yang terjadi di jalur Anda, dan hargai apa yang Anda miliki saat ini.

Any tips for aspiring street photographers out there?

I feel like I’m still very new too, but if there’s some advice I can give, it has to be about managing your emotion toward the attentions people give you. There was a period where I got so much attention and I was obsessed with it I become greedy. Always be aware of what’s going on in your path, and appreciate what you have in the present time.

Tang Tawanwad Wanavit

Instagram : tang_tawanwad
Facebook : tang tawanwad wanavit

Aizad Fadzli - dinprasetyo.com
Artikel, Interview, Street photography,

Photographer Interview : Aizad Fadzli

Silahkan Anda memperkenalkan diri?

Terima kasih di atas peluang yang diberikan. Perkenalkan, nama saya Aizad Fadzli Co-Founder ISP Collective – Invisible Street Photography dan Ex-admin FJM Street Photography Malaysia, Aktif di dalam scene street photography Malaysia hampir 5 tahun.

Apa kenangan masa kecil anda terhadap seni?

Sejak awal umur, pra sekolah dan sekolah rendah; seni visual telah ditekankan bagi mengaplikasikan kemahiran seni, mengespresiasi diri, mengaspresiasi seni bagi memperolehi pengalaman estetik dan menyampaikan idea melalui imaginasi dan kreativiti.  Seni yang dimaksudkan adalah seni lukisan dan saya cenderung untuk melukis pada tempoh ini. Boleh dikatakan aktiviti seni visual yang dilaksanakan semasa zaman kanak-kanak lebih menekankan proses dan luahan ekspresif.  Proses pembelajaran dan penguasaan kemahiran ini yang telah mempengaruhi persepsi, kreativiti dan sensitiviti terhadap keadaan sekeliling apabila dewasa.

 

© Aizad Fadzli

© Aizad Fadzli

 

Apa yang pertama kali menarik Anda ke fotografi dan bagaimana Anda menemukannya?

Pada tahun 2002, saya telah dihadiakan kamera dan sejak dari itu, saya akan mengambil apa sahaja yang menarik perhatian. Saya menginginan detik-detik itu dirakamkan secara kekal. Faktor utama berkemungkinan adalah dari pemerhatian. Apabila tiba di tempat baru, kita akan memerhati persekitaran dan melihat dengan cara yang berbeza. Bermula dari detik itu, saya memahami apa yang telah merakam gambar-gambar yang mempunyai mesej cerita, ekspresi dan emosi kerana ia mampu menghubungkan jiwa-jiwa manusia. Pengenalan kepada komuniti Street Photography Malaysia merupakan a little push in the right direction.

Apa yang membuat fotografi jalanan begitu spesial untuk Anda?

Bermula dengan landscapes photography, kemudiannya beralih kepada human interest dan kedua-dua ini berlaku dalam tempoh sekitar tiga tahun. Saya mula menyoal diri ini bukanlah apa yang saya mahukan. Sejak dari lima tahun lalu, saya menyelusuri streets dan ini yang akan saya lakukan seterusnya pada masa yang hadapan.

“What we see is not made of what we see, but of what we are.”  Fernando Pessoa

 

© Aizad Fadzli

© Aizad Fadzli

 

Bagaimana Perkembangan fotografi di tempat atau negara anda tinggal?

Senario perkembangan street photography di Malaysia tidak terlalu berbeza dengan senario di Indonesia. Seperti yang dinyatakan pada perbincangan bersama Maklumfoto mengenai Senario perkembangan street photography di Indonesia pada November 2017, komuniti-komuniti Street Photography disini perlu saling mempromosikan genre ini ke satu tahap yang lebih tinggi dan keluar dari tradisi kepompong keselesaan. Resolusi jangka panjang terhadap perancangan masa depan dan pengubahsuian pendekatan perlu mengikut kesesuaian semasa. Secara keseluruhannya, scene disini telah berkembang dengan pesat dengan kewujudan komuniti dan bilangan pengiat Street Photography yang semakin ramai.

 

© Aizad Fadzli

© Aizad Fadzli

Bagaimana Anda tahu ketika sesuatu, seseorang, atau beberapa tempat layak untuk difoto?

ia bergantung pada situasi dan kombinasi beberapa elemen untuk menghasilkan foto yang berkualiti dan kuat. Setiap scene mempunyai potensi yang tersendiri. Elemen utama dalam Street Photography adalah penceritaan dan decisive moment. Komposisi dan pencahayaan yang bersesuaian akan menjadikan penceritaan lebih menarik lagi.

Untuk menjadikan hasil karya lebih menarik dan efektif, kaedah Decisive Moment yang dipopularkan oleh Henry Cartier Bresson biasanya digunapakai sebagai panduan.  Decisive moment berarti rekaman dibuat tepat saat kemuncak  sesuatu happening atau scene dihadapan kita bersertadengan komposisi yang mantap. Peak moment + Form (Formal Element) Content (Penceritaan yang bermakna ) = Decisive Moment, tetapi Ia jarang berlaku. Dalam satu hari sekiranya anda memperoleh 100-200 foto yang dirakamkan, mungkin ada satu atau dua foto yang berkualiti dan kemungkinan tiada langsung.

Bagaimana Anda mendeskripsikan koneksi Anda dengan subjek Anda?

Secara jujur, saya tidak meluangkan terlalu banyak masa di satu-satu tempat. Saya kan meninggalkan scene tersebut setelah saya memperoleh foto yang diingini. Saya hampir tidak pernah mempunyai perbualan dengan subjek. Kebanyakan tidak perasan foto mereka diambil dan jika mereka perasan saya hanya melihat mereka dan memberikan senyuman. Senyuman membantu menenangkan keadaan.

Kamera yang anda gunakan?

Sony A6000, Sigma 19mm dan Fujifilm X100 Series, 28mm. Kebanyakkan orang berfikir mereka perlu memiliki peralatan kamera yang hebat untuk menghasilkan gambar yang hebat. Ini tidak benar, percayalah. Mereka berfikir bahawa apabila mereka menaik taraf kamera mereka ke sistem dan teknologi yang terkini, kualiti akan meningkat. Ini tidak benar, ia bermula dari fikiran yang memberitahu sebab gambar anda tidak hebat adalah kerana kamera anda tidak cukup baik. Ia berlaku kepada semua orang termasuk saya sendiri, apabila saya tidak berpuas hati dengan foto yang dihasilkan, saya selalu merasakan bahawa membeli kamera baru akan memberi inspirasi dan dapat menghasilkan foto yang  hebat. Secara fakta, ia tidak pernah berlaku.

Satu hal yang selalu Anda ingat di jalanan?

Apa yang ada di hadapan mata, telah tersedia. Tunggu dan moment tersebut pasti ada.

Fotografer mana yang menginspirasi Anda?

Matt Stuart: Humor

Mark Cohen: Closeness dan keunikkan style yang tersendiri

Siegfried Hansen: Gafik dan keunikkan style yang tersendiri

Alex Webb: Kesempurnaan

Martin Parr: Sosial kritik, humor dan irony)

Tavepong, Komposisi dan misteri

Vineet Vohra: Layering

Jesse Marlow: Lively

Pau Buscato Juxtaposition dan kreatviti

HCB: Komposisi dan klasik

Saul Leiter: Warna dan abstrak

dan banyak lagi

Buku favorit anda tentang fotografi?

Street Photography Now dan 100 Great Street Photographs

 

© Aizad Fadzli

© Aizad Fadzli

 

Bagaimana menurut Anda teknologi mengilhami kreativitas dalam fotografi?

Salah satu faktor yang memainkan peranan signifikan di dalam perkembangan kreativiti Street Photography adalah peranan penyampaian teknologi maklumat iaitu media sosial. Kewujudan platform media sosial seperti Facebook, Instagram dan yang lain-lain ini  memudahkan perkongsian dan mempercepatkan proses perkongsian di antara penggiat Street Photography. Media sosial menyediakan ciri praktikal yang menyokong proses komunikasi dan memudahkan penggiat Street Photography untuk berinteraksi, berkolaborasi, perkongsian dan berkomunikasi secara langsung di antara satu sama lain.

Pencapaian apa yang telah Anda dapatkan selama karier Anda dalam fotografi?

Pencapaian yang terbaru adalah tersenarai sebagai Finalist SPi (Street photography International) Street Awards 2018, Finalist StreetFoto San Francisco Festival 2018 dan Editors Pick Lensculture Exposure Awards for Single Image, Editor Pick’s, 2018.

Ada tips untuk fotografer jalanan di luar sana?

Pelajari asas-asas fotografi dan kembangkan kemahiran memerhati anda. Ini boleh diperoleh dengan melihat foto dari curated group di flickr, collective. Keluar, hasilkan lebih banyak foto, jangan takut untuk melakukan kesilapan, nikmati setiap saat apabila anda keluar bersama dengan kamera anda. Yang paling penting adalah mengasilkan foto untuk diri anda sendiri dan bukannya untuk orang lain. Jangan biarkan penghargaan atau kritikan mengganggu matlamat anda.

Website : http://www.ispcollective.com

www.instagram.com/aizadfadzli/

© Fahmy Afryan
Artikel, Interview, Street photography,

Photographer Interview : Fahmy Afryan

Silahkan perkenalkan diri anda?
Assalammualaikum, halo perkenalkan nama saya Fahmy Hifny Afryan biasa dipanggil fahmy/efrik (Panggilan sejak kecil ), saya tinggal di  Bawen, Kabupaten Semarang.
Sejak kapan anda mulai mengenal dunia fotografi? dan sudah berapa lama anda menggeluti dunia fotografi ?
Saya suka dengan dunia fotografi semenjak duduk di bangku SMP, cuman dulu masih sebatas suka  saja. Sebatas melihat orang motret saja dan menikmati hasil foto teman, belum benar-benar tau secara rinci apa itu fotografi. Mulai duduk di bangku SMA baru mencoba-coba motret itupun masih menggunakan kamera film.
Kalau tidak salah waktu itu menggunakan kamera fujifilm entah lupa tipenya, cuman sampai sekarang masih ada barangnya, Ketika beranjak ke jenjang perkuliahaan, barulah saya belajar betul apa itu fotografi dari salah seorang teman, itupun masih dasar dan saya belajar sendiri secara otodidak. Memasuki semester akhir mulai memahami sedikit-sedikit apa itu fotografi dan Saya masih merasa perlu banyak belajar tentang pemahaman-pemahaman di dunia fotografi.

© Fahmy Afryan

Kenapa memilih fotografi jalanan dan kenapa fotografi jalanan spesial bagi anda dan sejak kapan menggeluti fotografi jalanan?
Awalnya saya belum tahu apa itu fotografi jalanan, masih suka memotret model (meskipun teman sendiri), dokumenter, dan landscape, meskipun dengan kamera hasil meminjam hahaha.
Awal tahun 2016 baru dikenalkan oleh dua orang teman tentang foto jalanan, istilahnya Street Photography / foto jalanan.
© Fahmy Afryan

© Fahmy Afryan

Kami perhatikan karya-karya anda lebih banyak mengandalkan decisive moment atau moment puncak, Kenapa ?  
Alasan kenapa foto saya mengandalkan Decisive Moment, karena bagi saya hal itu adalah komposisi yang mudah untuk dipahami dalam konsep awal belajar tentang Street Photography, jadi masih mengandalkan foto yang apik, menarik, dan dapat dinikmati orang banyak. Namun setelah berada dititik jenuh dengan karya seperti itu akhirnya sekarang saya mencoba untuk belajar lagi lebih dalam, apa itu Fotografi Jalanan. Apa yang seharusnya diangkat dari jalanan itu sendiri, serta bagaimana bisa membawa emosi kedalam foto yang saya ciptakan, sehingga bisa dijadikan kenangan bagi diri sendiri dan menjadi memory tersendiri bagi orang lain.
Sehiingga, untuk saat ini saya berusaha untuk banyak belajar dan mencoba mengekspresikan tatanan public didaerah saya dengan pendekatan dan sudut pandang saya pribadi.
© Fahmy Afryan

© Fahmy Afryan

Siapa fotografer yang menginspirasi karya-karya anda ?
Banyak, contohnya Fotografer Magnum. Mereka sangat cocok untuk dijadikan referensi dalam proses belajar.
© Fahmy Afryan

© Fahmy Afryan

Apa buku foto favorit anda?
Banyak juga, namun sekarang saya lebih tertarik dengan buku foto karya Norris Webb serta Trent Parke. bagi saya karya meraka menarik untuk dipadukan.
© Fahmy Afryan

© Fahmy Afryan

 

Prestasi apa saja yang sudah anda raih selama menggeluti dunia fotografi?
Bicara tentang prestasi, banyak foto-foto saya yang dipublikasikan di berbagai akun Fotografi Jalanan akun-akun media sosial dan Alhamdulillah tahun 2016 menjadi juara 2 pada event JSPI (Jambore Street Photography Indonesia) serta tahun 2017 meraih Gold Medal pada event Salon Foto Indonesia (SFI).
© Fahmy Afryan

© Fahmy Afryan

 

Bagaimana menurut anda perkembangan fotografi di Indonesia khusunya fotografi jalanan? 
Fotografi jalanan di Indonesia semakin berkembang dan semakin diterima oleh masyarakat dan sampai saat ini penggiat fotografi jalanan di Indonesia semakin kesini semakin banyak. Lanjutkan !!
© Fahmy Afryan

© Fahmy Afryan

Adakah beberapa patah kata untuk penggiat fotografi jalanan di indonesia? dan apa harapan anda untuk seni fotografi di Indonesia khusunya fotografi jalanan?
Teruslah belajar dan berkembang serta tampilkan identitas Indonesia dalam foto jalannamu, tunjukkan kalau Street Photography di Indonesia tidak kalah menarik dengan Street Photography diluar negeri.
Children by Dewangga
Artikel, Interview, Street photography,

Photographer Interview : Dewangga

Silahkan perkenalkan diri anda?

Terimakasih atas kesempatannya. Sebelumnya perkenalkan nama saya Dewangga Ewang Jasa Rahardian, saya bekerja di rumah makan Jepang milik kakak saya di Yogyakarta.

Sejak kapan anda mulai mengenal dunia fotografi? dan sudah berapa lama anda menggeluti dunia fotografi ?

Saya mengenal fotografi sejak tahun 2015 akhir, namun mulai serius mendalaminya mulai 2016. Sudah 3 tahun saya menggeluti hobi saya ini.

© Dewangga

© Dewangga

 

Kenapa memilih fotografi jalanan dan kenapa fotografi jalanan spesial bagi anda dan sejak kapan menggeluti fotografi jalanan?

Hmm… Pada awalnya saya cuma iseng-iseng mencoba dan hanya ikut-ikutan teman, namun lama-lama saya ketagihan mendalami fotografi jalanan karena pada dasarnya saya memang suka mengamati dinamika dan kegiatan orang-orang di ruang publik, sehingga hal itu membuat saya lebih peka menangkap fenomena di jalanan untuk dijadikan saksi dan bukti perkembangan kota tempat saya tinggal, yaitu Yogyakarta. Saya mendalami fotografi jalanan sejak pertengahan 2016. Pokoknya, fotografi jalanan itu asyik broh!.

Kami perhatikan karya-karya anda lebih banyak mengandalkan decisive moment atau moment puncak, bagaimana menurut anda ?  

Menurut saya, memang moment puncak atau decisive moment itu seperti kita memakan sebuah bakso yang berisi cabai, tidak selalu terlihat enak dan mulus namun ada kejutan saat kita nikmati.
© Dewangga

© Dewangga

 

Kami lihat anda juga membuat akun lain selain akun instagram utama anda @aggnawed, dan disitu kami dapati foto-foto selain fotografi jalanan, apakah anda sedang observasi atau sedang ada hal lain yang membuat anda ingin mencoba jenis fotografi lain? 
Saya memang memiliki beberapa akun lain, ada yang untuk mengikuti beberapa kontes foto di Instagram hingga ada akun yang akan saya siapkan untuk beberapa projek saya, karena saya ingin lebih mengembangkan fotografi saya.
Siapa fotografer yang menginspirasi karya-karya anda ?
Hingga saat ini karya-karya dari Tavepoong, Vneet Vohra, Chris Tuarissa, dan om Sambara, selalu membuat saya merinding, namun kalau untuk inspirasi, saya bisa mendapatkannya dari mana saja termasuk dari karya teman-teman semua.

 

© Dewangga

© Dewangga

 

Apa buku foto favorit anda?
Buku foto favorit saya “Unpublished” dari Kompas. Dan beberapa buku foto dari jurnalis Antara.
Prestasi apa saja yang sudah anda raih selama menggeluti dunia fotografi?
Prestasi saya yang paling berkesan saat mendapat medali dari kontes bulanan Hipa yang saat itu bertema “Children”, dan ada beberapa kontes foto lokal yang pernah saya menangkan.

 

© Dewangga

© Dewangga

 

Bagaimana menurut anda perkembangan fotografi di Indonesia khusunya fotografi jalanan?
Fotografi jalanan Indonesia bisa dibilang berkembang sangat pesat, hal itu dapat dilihat dari perbandingan jumlah fotografer jalanan yang saat ini semakin bertambah banyak dibandingkan awal-awal ketika saya belajar fotografi dahulu.
© Dewangga

© Dewangga

 

 

 

Adakah beberapa patah kata untuk penggiat fotografi jalanan di indonesia? dan apa harapan anda untuk seni fotografi di Indonesia khusunya fotografi jalanan?
Pesan saya, jangan cepat bosan dengan fotografi jalanan. Karena beda waktu, selalu beda moment di ruang publik, dan belajarlah untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar. Jangan hanya demi sebuah foto yang bagus dan indah kita sampai melupakan norma kesopanan, dan teruslah belajar, jangan terlalu mudah puas dengan karya yang penuh pujian, karena pujian adalah racun yg menghambat jika kita terlalu terlena dan tidak menjadikanya sebagai motivasi untuk berkembang.
Harapan saya fotografer Jalanan di Indonesia terus berkembang hingga masuk beberapa ajang bergengsi seperti Miami Street Photography Festival, dan saya harap banyak fotografer jalanan Indonesia bisa bmembuat pameran atau workshop di luar negeri.
© Dewangga

© Dewangga

instagram : @aggnawed

© Henry Cartier Bresson
Artikel, Street photography,

Belajar Komposisi Golden Mean Dari Henry Cartier Bresson

Henry Cartier Bresson adalah seorang fotografer asal Prancis yang telah diakui menjadi bapak jurnalisme foto modern. Dia adalah pengadopsi awal 35 mm format dan master candid photography. Ia membantu mengembangkan “Street Photography” atau “real life reportage” yang telah banyak mempengaruhi generasi fotografer setelahnya.

Henry Cartier Bresson

Henry Cartier Bresson

Geometri & Komposisi

Fokus utama dari karya Henry Cartier Bresson adalah geometri, itu adalah hal yang utama dan terpenting baginya.
Jika kita amati dengan seksama karya-karya beliau selalu berdasar pada Golden Mean dan Golden Proportion.

Golden mean juga dikenal dengan golden section adalah sebuah panduan komposisi yang didasarkan pada perhitungan matematika yang unik. Panduan komposisi ini pertama kali didokumentasikan oleh seniman yunani kuno dan sampai saat ini masih digunakan meskipun popularitasnya agak tertutupi oleh panduan komposisi rule of third. Prinsipnya panduan kompoisi ini hampir sama dengan rule of third namun titik interesnya lebih sempit sekitar 5% kearah tengah. Pada teorinya golden mean ini bisa digunakan pada semua scene foto termasuk fotografi jalanan, tapi pada prakteknya lebih mudah diaplikasikan pada foto portrait formal/klasik. Selain itu, golden mean bertujuan untuk menciptakan sebuah foto visual yang menarik, yakni sesuatu yang dapat menangkap perhatian orang dan menceritakan kisah di balik foto itu. Trik dari fotografer adalah untuk mengatur unsur-unsur untuk memungkinkan foto tersebut untuk menceritakan kisah yang ingin diberitahu. Memang benar bahwa sebuah foto bernilai seribu kata dan fotografer adalah orang-orang yang menulis mereka.

Dengan Mempelajari karya foto Henry Cartier Bresson, kami semakin menyadari bahwa semua yang akan di foto oleh beliau memiliki  irama dan proporsi yang tinggi.

Untuk menjelaskan lebih lanjut, kami akan menunjukkan beberapa fotonya dengan menambahkan layer
Golden Mean pada foto Henry Cartier Bresson untuk memberi  gambaran yang lebih baik tentang bagaimana dia selalu mengaplikasikan Golden Mean pada karya-karyanya.

© Henry Cartier Bresson

© Henry Cartier Bresson

Pada gambar di atas, Anda akan melihat bagaimana subjek dan geometri lingkungan dikomposisikan pada foto tersebut. Henri sering mengatakan “you must sense it, quick!.”

Keseluruhan gagasan tentang Golden Proportion didasarkan pada kenyataan bahwa mata Anda
harus mengalir melalui foto. Ini adalah tindakan bawah sadar, bahwa perlu banyak latihan dan jam terbang agar mata kita terbiasa mengkomposisikan sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan.

Segala sesuatu tidak kekal, tidak pernah abadi, dalam perubahan konstan.
– Henry Cartier Bresson –
© Henry Cartier Bresson

© Henry Cartier Bresson

“Kombinasikan gerak subjek dan kesenangan komposisi”
“Cobalah untuk mengambil gambar yang mengkonkret segalanya dan memiliki hubungan bentuk yang sangat kuat.”

Henry Cartier Bresson

© Henry Cartier Bresson

© Henry Cartier Bresson

Perhatikan foto-foto di atas mata anda akan digiring dari satu point utama ke point yang lain. Sekilas, ini bisa dilihat sebagai foto yang crowded dengan berbagi element dan subject, tapi tanpa anda sadari mata anda akan tergiring dan mengalir begitu saja ketika melihat foto tersebut.

Satu hal yang sangat penting untuk di ingat adalah titik fokus foto Anda tidak selalu harus menjadi dead center.
Dengan demikian, Anda menciptakan simetri yang sering membayangi sisa komposisi yang lain dalam foto anda. Asimetri menciptakan dinamika dan memungkinkan viewers melihat konteks dari suatu foto.

Sama halnya saat anda mengetik di keyboard, Anda harus merasakan di mana huruf-hurufnya untuk membuat kata / frase / kalimat. Begitu juga dengan komposisi, Anda harus merasakannya dan terkadang perlu untuk sedikit menunggu untuk menentukan komposisi yang tepat sebelum menekan tombol shutter.

© Henry Cartier Bresson

© Henry Cartier Bresson

 

© Henry Cartier Bresson

© Henry Cartier Bresson

Citra yang tersusun rapi tidak akan banyak jika tidak ada cerita bagus di belakangnya Setiap kali saya menemukan foto Henry Cartier Bresson, Kami langsung terpikat dengan mata seismiknya. Dia tidak hanya bisa menangkap komposisi hebat tapi juga membangkitkan momen kuat dalam sepersekian detik. Tujuan sebuah foto adalah untuk membangkitkan perasaan, menangkap sejenak dan menceritakan sesuatu. Pepatah mengatakan “gambar bernilai 1000 kata.

© Henry Cartier Bresson

© Henry Cartier Bresson

 

© Henry Cartier Bresson

© Henry Cartier Bresson

Ada kegembiraan besar dalam seni fotografi jalanan. Komposisi runtuh menjadi satu tangkapan tunggal. Semua iindera Anda langsung mengajukan pertanyaan besar. Ini
tempat di mana pemahaman Anda tentang geometri, ringan, dan bahasa tubuh akhirnya ditantang.

© Henry Cartier Bresson

© Henry Cartier Bresson

Bila Anda mengamati reaksi orang-orang di lingkungan Anda, Maka Anda akan selalu menemukan “Determining Moment”. Henri biasa mengatakan bahwa pandangan pertama sangat penting. Pandangan pertama menentukan apakah penangkapan Anda akan bagus atau tidak.

© Henry Cartier Bresson

© Henry Cartier Bresson

Selalu ada moment berupa gerakan tubuh subject yang lebih menarik dari yang lain, entah itu sebuah bayangan, langkah kaki atau Silhouette. Fotografi tidak terlalu banyak memakan otak, yang paling dibutuhkan adalah kepekaan. Sebuah kamera hanyalah perpanjangan mata Anda. Sayangnya, kepekaan terhadap moment sulit untuk dijelaskan, Anda harus merasakannya dengan segenap indra Anda sekaligus.

Siapa saja bisa mendapatkan 10 foto bagus dalam hidup mereka, tapi konsisten untuk tetap mendapatkan foto yang bagus berulang-ulang itulah yang menjadi rahasia sebenarnya.

 

 

 

Refrensi :

Wikipedia.com – Golden Mean

Duapfatografi – Golden Mean

 

 

© Baskara Puraga
Artikel, Interview, Street photography,

Street Photographer Interview : Baskara Puraga

Sebelumnya silahkan perkenalkan diri anda ?

Perkenalkan nama saya baskara Puraga Somantri, biasa dipanggil Aga. Sehari-hari saya bekerja sebagai Sound Engineer. Dan fotografi biasanya menjadi pengisi waktu disaat luang meskipun kadang-kadang kebablasan juga dengan yang namnya fotografi ini.

Sejak Kapan anda mendalami fotografi?

Saya memiliki kamera pertama di sekitar tahun 2008-2009, tepatnya saya kurang ingat, yang jelas waktu itu diberi oleh kakak saya, DSLR Nikon D90. Namun mulai mendalami fotografi tahun 2012 semenjak menemukan analog bekas Bapak saya di rumah

© Baskara Puraga

© Baskara Puraga

 

Jika kami lihat karya-karya anda lebih ke street photography, bisakah memberikan sedikit argument tentang karya-karya anda?

Saya kurang paham juga jika dikategorikan, memang kebanyakan foto saya lakukan di jalanan dan di ruang publik, meski sesekali memotret di ruang privat. Medium fotografi untuk saya pribadi sangat cocok untuk menggali “diri” lebih jauh, mencari jawaban-jawaban dari banyak pertanyaan yang ada di kepala saya, dan bagaimana menyampaikannya ke publik yang lebih luas.

Siapa fotografer yang sangat menginspirasi karya-karya anda ?

Daido Moriyama, Nobuyoshi Araki, Klavdij Sluban, Arthur Bondar, Mario Giacomelli, Sergio Larrain, dan masih banyak lagi hahahaha…

© Baskara Puraga

© Baskara Puraga

Selain aktif mengunggah karya-karya anda di media sosial anda juga produktif membuat photozine , apa sebenarnya  photozine itu?
Photozine menurut saya adalah versi “ringkas” jika dibandingkan dengan photobook. Photozine adalah salah satu penyaluran hasrat berkarya saya dan beberapa teman lainya untuk membuat sesuatu yang sifatnya fisik, Karena selalu ada perasaan berbeda saat menikmati karya dalam bentuk fisik.
Berapa photozine yang sudah anda buat, dan bisakah sebutkan judul dan sedikit sinopsis dari karya-karya tersebut?

Pseudo mind, A Momentary Lapse of (t) Reason, When The Sun Don’t Shine, dan Avaritia. Cukup panjang jika dibahas satu-satu, yang jelas kesamaan dari karya ini biasanya berupa kegelisahan pribadi akan pertanyaan-pertanyaan yang terus berkecamuk di kepala saya sendiri, rasa sepi dan rindu, dan bagaimana saya sebagai “pengamat” dalam hiruk pikuk dunia perkotaan dan kesehariannya.

© Baskara Puraga

© Baskara Puraga

Yang kami ketahui anda adalah member dari fotoemperan, bisakah ceritakan apa fotoemperan itu dan siapa founder dari fotoemperan ?

Fotoemperan adlah group kolektif fotografer, yang sampai saat ini masih sering berkumpul dan ngopi bareng. Kita belajar, Saling mengisi, dan tumbuh bersama sambil terus melakukan eksperimen, pembelajaran, pameran, dan hal lainya.

Apa visi dan misi kedepanya dari fotoemperan?

 

Fotoemperan ingin terus hadir di dunia fotografi, khusunya di indonesia untuk terus berkarya, bersilaturahmi, dan saling belajar dari teman-teman lainya yang juga menggunakan fotografi sebagai medium-nya.

Dan untuk founder nya yang jelas tidak satu, beberapa diantaranya adalah Tomi Saputra, Agung Rahmat Umbara, Ariq Rahadian, Arifan Sudaryanto, dll.

Menurut anda kriteria foto street yang bagus itu yang bagaimana?

Pertanyanya susah menjawabnya, yang jelas saya menyukai semua foto apapun yang memiliki kedalaman makna dan menimbulkan pertanyaan setelah melihatnya.

© Baskara Puraga

© Baskara Puraga

Selama anda mendalami fotografi, apa saja prestasi dan penghargaan yang sudah pernah anda dapatkan?
Saya kurang aktif dalam mencari penghargaan tampaknya hahaha, paling beberapa kali melakukan pameran, dan pernah juga karyanya di pamerkan di Vietnam, Malaysia, dan Jakarta. Selebihnya saya lebih tertarik belajar, Saya pernah mengikuti workshop yang di adakan Pannafoto institute dan Workshop fotografi bersama Klavdij Sluban.
Adakah beberapa tips untuk teman-teman yang mungkin mau atau sedang mendalami street photography khususnya di indonesia?
Selalu perhatikan detail, cobalah memotret layaknya anak kecil yang diberi kamera, tidak usah terlalu dipikirkan ingin membuat foto seperti apa, lebih mengalir dan jujur saja
 Instagram: @agareds – www.baskarapuraga.com 
 
expressionism_agandayat_9
Artikel, expressionism photography, Interview, Street photography,

Expressionism Photographer Interview : Agan Dayat

Muhammad Hidayat atau sering di panggil agan dayat adalah fotografer kelahiran Manado Sulawesi Utara. Beliau adalah salah satu fotografer fine art dan expressionism fotografi disamping street photography. Karya-karya nya juga sudah banyak di akui secara international diantaranya World street photograpy, kujaja dan street hunter. Beliau adalah ketua sekaligus pelopor komunitas Atjeh Street Project.

Silahkan perkenalkan diri mas dayat ?

Hai, Saya Hidayat tapi lebih sering di panggil dengan sebutan Agan, kalau mau dipikir tidak ada hubungannya dengan nama saya sendiri, tetapi yaa biarkan sajalah. Saya lahir 2 Januari 1982 di Manado Sulawesi Utara tetapi lebih banyak menghabiskan waktu di Makassar dan Jakarta dan sekarang saya berdomisili di Banda Aceh dan bekerja sebagai staf di bangian Keuangan pada salah satu Instansi Pemerintahan. Memiliki seorang Putri yang cantik yang sekarang berusia 2,5 tahun hehehe.

Sejak kapan mas dayat mulai mendalami fotografi?

Mengetahui fotografi kalau tidak salah sejak tahun 2009 saya sudah memiliki ketertarikan di bidang fotografi  tetapi baru sekedar merasa tertarik dan sesekali meminjam kamera teman untuk mencobanya karena pada saat itu kamera Digital merupakan barang yang sangat mahal buat saya. Pada awal tahun 2015 saya mulai bisa dikatakan serius dan memiliki minat yang tinggi terhadap fotografi dan mulai mendalami apa itu Seni Fotografi dan sangat tertarik dengan fine art dan expressionism fotografi.

Expressionism Photography © Agan Dayat

 

Disamping mendalami fine art dan expressionism fotografi mas dayat juga mendalami street fotografi ya mas , menurut mas dayat street fotografi itu apa sih mas ?

Kalo boleh jujur saya mulai menyukai street fotografi baru belakangan ini, dan hingga saat ini cukup tertarik dengan street photography bisa dikatakan seperti itu.  Karena buat saya street photography merupakan sebuah tantangan dan kejujuran serta apa adanya, kalau saya katakan street photography itu tidak mahal (tidak memerlukan peralatan yang mahal) dalam hal ini menggunakan kamera smartphone pun bisa menghasilkan foto yang bagus, tetapi bukan juga murahan. Nah disinilah saya melihat bahwa street photography sangat menarik, dimana kita bisa mendapatkan sebuah foto yang menarik dengan kecepatan serta spontanitas. Kalau menurut saya secara pribadi street photography itu melatih saya untuk lebih jelih, lebih pekah dengan keadaan dan lebih pinter dalam melihat situasi dan menjadikannya dalam sebuah foto.

Siapa fotografer yang sangat menginspirasi karya-karya mas dayat ?

Saya merupakan salah satu orang yang baru mendalami fotografi dan bisa dikatakan sangat minim dengan referensi fotografer. Bahkan sejak memulai serius dengan fotografi baru di tahun kedua saya mulai mengetahui ada beberapa fotografer yang akhirnya menginspirasi saya hingga saat ini. Saya suka dengan Antoine D’Agata beliau merupakan salah satu fotografer yang kontroversial tetapi karya-karya beliau kuat dan sangat menginpirasi saya, beberapa pemaknaan dan pandangan beliau terhadap fotografi sangat saya sukai. Jacob Aue Sobol juga merupakan fotografer inspirasi buat saya, sejak pertama saya melihat beberapa karya-karyanya yang emosional dan memiliki karakter yang kuat serta BW yang pekat seperti ada koneksi dengan saya karena saya juga tertarik dengan foto-foto seperti beliau. Beberapa fotografer seperti  Trent parke, Michael Akerman, Rinko Kawauchi, Shorab Hura, Stavros Stamatiou, Nan Golding, Roger Ballen, Daido moriyama, Nobuyoshi Araki saya sering menghabiskan beberapa waktu khusus untuk melihat foto-foto mereka dan membaca profil serta mencatat beberapa pandangan mereka tentang fotografi dan pemaknaan mereka terhadap foto. Tidak bisa dipungkiri juga teman-teman Fotoemperan teman ISP juga banyak memberi dampak terhadap perjalanan saya mengenal dan mendalami fotografi. Om chris Tuarissa dan om Sam lah yang membuat saya mengetahui pendekatan street photography itu seperti apa heheh. Mas Aji susanto Anom juga merupakan salah satu fotografi panutan saya, dan bisa dikatakan beberapa karya-karya beliau sangat mempengaruhi saya, hemnn…  sepertinya sangat banyak dan masih sangat banyak hahahha.

Apa sih perbedaan dari street photography dan expressionism atau personal photography mas?

Hemn.. Buat saya ini pertanyaan yang sederhana tapi merupakan pertanyaan yang sangat sulit buat saya, semoga saya bisa menjawab.

Berbicara perbedaan antara street photography dengan personal photography menurut saya perbedaannya lebih kepada pendekatannya. Kalau street photography seperti yang sudah saya jawab di pertanyaan sebelumnya. Menurut saya berbicara tentang personal photography berarti penekanannya dan penyampaiannya lebih bersifat sangat pribadi karena berbicara personal, visual yang ditampilkan atau disampaikan juga lebih subjektif dan bersifat personal,  kita bisa menceritakan tentang apa saja baik itu pengalaman secara pribadi, kehidupan sehari-hari dan lain sebagainya. Dalam personal photography tidak menutup kemungkinan untuk melakukannya secara konseptual dan ini pastinya bertolak belakang dengan street photography yang tidak boleh di konsep atau diarahkan. Street photography juga terkadang bisa sangat subjektif, karena apakah ada bener-benar foto yang objektif ? itu tergantung dari penikmat foto yang dapat melihatnya. Karena setiap foto pasti memiliki emosi baik itu foto yang bagus dan tidak bagus menurut penikmat foto yang menikmatinya dan semua memiliki emosi yang lahir dari si pemotret. Disini saya mengambil contoh dari diri saya sendiri dan pengalaman saya sendiri atau pemikiran saya sendiri. Buat saya street photograpy melatih saya untuk lebih pekah terhadap keadaan pada saat berada diruang publik, melatih kejelian dan kepinteran dalam merekam sebuah kejadian yang ada, Tetapi buat saya mengerjakan personal photography atau personal project lebih dari dari itu sangat melibatkan perasaan, melibatkan emosi yang dalam bahkan berimajinasi. Semoga bisa menjawab.

Dari informasi yang kami dapatkan mas dayat ketua sekaligus pelopor dari atjeh street project ya mas jika berkenan boleh mas sedikit ceritakan apa itu aceh street project mas?

ASP atau Atjeh street project merupakan sebuah komunitas yang berfokus pada street photography dan lebih menjadi wadah dan informasi terkait street photography khususnya di Daerah Aceh dimana saya berada saat ini. Karena di Aceh sendiri ada banyak komunitas fotografi tetapi ASP mungkin bisa dikatakan komunitas atau wadah yang pertama yang berfokus pada street photography.

Apa visi dan misi dari atjeh street project mas,dan mungkin bisa di ceritakan sedikit kisah yang melatar belakangi terbentuknya atjech street mas?

Seperti yang saya katakana tadi, di Aceh sendiri sangat banyak komunitas fotografi, tetapi belum benar-benar ada satu kamunitas atau perkumpulan yang berfokus pada street photography, dengan pengamatan ini maka ASP lahir dan hadir untuk memperkenalkan pendekatan street photography dan menjadi wadah Informasi tentang Street Photrography. Bagaimana ASP bisa memperkenalkan Aceh melalui pendekatan Street Photography.

Bagaimana menurut mas dayat perkembangan street photography di indonesia mas ?

Untuk Pertanyaan ini sepertinya saya belum berani untuk memberikan Jawaban. Hahahhaha. Yang pasti yang saya tau dan lihat sangat berkembang, ya itu saja !

Menurut mas dayat kriteria foto street atau personal fotografi yang bagus itu yang bagaimana mas?

Kemarin saya baru berbincang-bincang dengan Mas Aga (Baskara Puraga @agareds ) dan beliau memberikan sebuah pertanyaan yang membuat saya kembali berfikir, kira kira seperti ini “menurut Om Agan mana foto bagus dan mana foto jujur “ ? jadi menurut saya foto yang bagus itu ya foto yang jujur, Apalagi berbicara personal fotografi ya foto-foto yang bisa menyampaikan kejujuran dan tidak banyak berfikirnya dan bisa mengetahui diri kita dalam foto tersebut. satu lagi perkataan Beliau bedakan antara bagaimana membuat sebuah foto dan mengambil sebuah foto. Nah, kalo ditanya kriteria setiap orang punya kriteria masing-masing baik itu street photo ataupun personal photo

Selama mas dayat mendalami fotografi, apa saja prestasi dan penghargaan yang sudah pernah mas dayat dapat kan mas ?

Kalo penghargaan dan prestasi siy bisa dikatakan belum ada, hanya beberapa nominasi dari beberapa situs seperti World street photograpy, kujaja dan street hunter.

Adakah beberapa tips untuk teman-teman yang mungkin mau atau sedang mendalami street photography khususnya di indonesia?

Bukan tips tetapi lebih kepada pengalaman, banyak melihat, banyak membaca dan banyak memotret. Satu lagi tetap memotret dalam keadaan apapun yang sedang kita alami atau rasakan, karena bisa saja foto terbaik kita lahir dari keadaan saat itu.

Street Photography © Agan Dayat

 

 

Website dan Medis Sosial

www.agandayat.com

www.instagram.com/agandayat

www.instagram.com/agan_dayat

www.facebook.com/agandayat

OLYMPUS DIGITAL CAMERA
Interview, Street photography,

Street Photographer Interview : Udatommo

Tomi Saputra atau akrab di panggil udatommo lahir di Lintau, provinsi Sumatera Barat pada 1 January 1990, pada masa kecilnya sangat berminat pada sastra, ketika memasuki Sekolah Menengah Atas mulai mengenal fotografi pada tahun 2005 seiring dengan populernya teknologi kamera VGA pada telepon seluler symbian saat itu. Mulai serius mempelajari fotografi ketika mengenyam pendidikan Desain Komunikasi Visual di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung pada tahun 2010.

Ia berhasil meraih penghargaan EyeEm Award 2016 / Finalist (Category : The Photojournalism) , karya yang terpilih pada event ini dipamerkan di Berlin, Jerman dan dibukukan pada buku tahunan event EyeEm Award 2016.

Sebelumnya silahkan perkenalkan diri uda, dan sedikit ceritakan tentang apa itu street photography dari sudut pandangan uda ?

Halo, perkenalkan nama saya Tomi Saputra lebih sering dipanggil Uda saja. Saat ini sedang menjadi desainer grafis untuk salah satu perusahaan swasta di kota Bandung dan sesekali juga mengambil jasa freelances fotografer maupun freelances desainer grafis.

Street photography menurut saya bagaikan puisi yang dirangkai dari kumpulan diksi di ruang publik, beragam cara penyampaiannya berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Mulai dari storytelling yang kuat mudah dimengerti, metafora yang mendalam bahkan syarat simbolis, atau foto-foto yang tidak bisa dimengerti dengan mudah, bahkan jika dilihat sepintas bagi sebagian orang ini hanyalah rangkaian kompisisi tanpa menyampaikan pesan tertentu.

Ini yang menjadi bagian menariknya menurut saya, setiap orang memiliki kebebasan merangkai diksi yang tepat sehingga menjadi kesatuan puisi yang sangat menarik untuk dinikmati. Bukan hanya tentang mendapatkan momen puncak, unik atau hal semacamnya. Menurut saya pandangan personal juga dibutuhkan sebagai modal dasar untuk mendapatkan hasil karya yang cukup berbeda. Sehingga beragam karya bermunculan dengan segala rupa kreativitasnya.

 © Udatommo

© Udatommo

Sejak kapan uda mulai mendalami fotografi ?

Saya menaruh minat besar pada fotografi mulai pada taun 2005/2006 ketika pertama kali melakukan pengambilan foto menggunakan kamera dari telepon seluler dengan teknologi kamera VGA, karena beberapa alasan kegiatan fotografi akhirnya terhenti. Kemudian pada tahun 2010 kebetulan mengeyam pendidikan Desain Komunikasi Visual di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung. Cinta lama yang bersemi kembali bersama fotografi kembali terpupuk seiring semakin bertambahnya ilmu yang didapat dari pendidikan di jurusan perkuliahan ini.

 © Udatommo

© Udatommo

Apakah uda hanya menggeluti street photography saja untuk saat ini? 

Untuk saat ini saya tidak terlalu mendisiplinkan diri pada suatu genre atau gaya pendekatan tertentu pada fotografi, karena dalam hemat saya ini bisa membatasi diri untuk menerima hal baru dan proses pembelajaran saya terhadap fotografi.

Bisakah sedikit ceritakan kenapa uda  tertarik dengan street photography ?

Jika alasan tertarik terhadap street photography karena ada tantangan yang tidak mudah, bagaimana bisa mendapatkan foto bagus tanpa adanya campur tangan untuk mengatur momen yang bakal mau difoto, semua terjadi sangat alami. Bercerita dengan spontan dari ruang publik dengan keterbatasan waktu pengambilan foto serta kompleksnya ruang lingkup kehidupan serta semua aspek yang ada.

 © Udatommo

© Udatommo

Siapakah street photographer yang menjadi inspirasi uda ?

Sangat banyak sekali yang menjadi inspirasi saya dalam berkarya, tidak cukup untuk dituliskan satu-persatu. Di awal belajar saya tertarik dengan karya-karya Henri Cartier-Bresson, tentunya beliau sangat mencuri perhatian banyak orang.

Alex Webb juga sempat menginspirasi saya dengan karakter layeringnya yang begitu kuat, perlu waktu lama bagi saya untuk bisa memahami dan belajar teknik ini.

© Udatommo

Vivian Maier juga saya suka, karyanya sangat kompleks serta latar belakang pekerjaan yang seakan jauh dari gambaran seorang seniman besar. Vivian Maier membuktikan bahwa siapapun bisa menghasilkan karya hebat jika dibarengi dengan dedikasi yang sepenuh hati.

© Udatommo

Joel Meyerowitz, menurut saya Joel orang jenius yang rendah hati. Punya pemikiran menarik tentang street photography. Karya Joel juga terlihat sangat kuat akan respon jalanan yang direkam, beragam hal diceritakan pada satu frame, bukan hanya suatu rutinitas berulang yang begitu membosankan.

Martin Parr, saya sangat tertarik pada project Last Resort. Suatu pemandangan berbeda dari suasana liburan yang ada pada gambaran orang kebanyakan. Dari sini saya lihat Martin Parr sangat peka terhadap situasi-situasi yang tidak lazim atau ironi pada kehidupan keseharian manusia. Karyanya cukup kritis tapi tidak terlalu sarkas, saya rasa tidak bakal mudah mendapatkan foto-foto menarik dengan gaya Martin Parr karena memotret pada suasana keramaian cukup sulit, apalagi dengan beragam pesan akan pemikiran kritis yang dituangkan.

Daido Moriyama, alasan pertama terinspirasi karena BW (read : Black and White) nya hahaha. Terlepas dari BW menurut saya Daido cukup acuh terhadap teknis-teknis baku pada fotografi, sehingga karyanya menjadi terlihat liar dan tidak mudah dipahami atau bahkan ditiru. Salut untuk idealisme dan determinasi yang sangat kuat bahkan sampai saat ini.

 

© Udatommo

© Udatommo

Di Indonesia saya terinspirasi oleh om Sam Bara dan om Chris Tuarissa. Dua orang ini punya karakter yang berbeda, saling mengisi dan tidak pelit dalam berbagi. Om Sam Bara memotivasi untuk selalu berkarya, om Chris Tuarissa berbagi dalam banyak hal bahkan kerendahan hati. Semoga beliau berdua sehat selalu dan tetap saling berbagi inspirasi.

Fotoemperan, menjelang akhir 2015 saya dipertemukan dengan orang-orang hebat ini. Rasa syukur yang amat mendalam karena bisa belajar, berkarya, membuat beragam event bersama-sama. Fotoemperan menjadi forum pertama bagi saya untuk selalu bersemangat berkarya dan berinovasi. Semoga Fotoemperan kompak selalu!!

Semua kawan di media sosial para pegiat street photography juga menjadi inspirasi tanpa henti. Tim MaklumFoto, Instastreetid, Indonesia Street Project, Indonesia On The Street. Aaaaah dan masih banyak lagi. Sepertinya saya murahan mudah terinspirasi dari banyak orang kwkwkkw

Jika di perhatikan karya-karya uda cenderung surealis dan lebih mengacu pada penggabungan antara street photography dengan fine art photography? bagaimana pendapat uda tentang hal itu?

Mengenai surealis awalnya saya tertarik ketika pertama kali dikenalkan dengan karya Salvador Dali oleh dosen yang mengajar pada mata kuliah Ilustrasi. Hal ini tentunya bukan tanpa alasan, karena bagi saya melakukan segala segala sesuatu dengan teratur itu begitu membosankan, membelenggu ide dari imajinasi yang bagi sebagian orang belum tentu bisa dimengerti. Terbukti ketika menggambar secara realis saya sangat tidak cukup bagus, mengenal konsep surealis membuat saya bersemangat untuk menuangkan hal-hal yang saya simpan pada ruang yang tidak mudah dimengerti tersebut.

Fine art photography? Saya tidak begitu mengharuskan untuk menjadi apa suatu karya nantinya ketika melalui proses penciptaan karya tersebut. Yang terpenting sangat menikmati prosesnya, jadi diri sendiri dan tidak mengejar berkarya untuk memuaskan orang lain. Apakah itu ketika pada pendekatan fotografi lainnya. So, apakah ini yang akhirnya orang mengatakan karya saya penggabungan surealis, street photography dan fine art photography. Saya tidak begitu mempedulikan hal tersebut. Hanya kebetulan saja beberapa tahun terakhir saya cukup banyak berkarya dengan pendekatan street photography

© Udatommo

Menurut uda kriteria seperti apa sajakah suatu foto street photography itu di katakan bagus ?

Bagi saya semua karya seni apapun itu tetaplah sama, hanya berbeda medium penyampaian pesan belaka. Karya yang baik itu bisa membuat orang ingin menikmati lebih lama meskipun tidak begitu mengerti.

Pada street photography tentunya bukan hanya mengejar momen puncak yang dianggap langka dan terkesan wah, tapi ada kandungan ‘sesuatu’ yang lebih mendalam untuk memberikan kenikmatan pada klimaks puncak yang tidak mudah terlupakan.

© Udatommo

Bagaimana pendapat uda tentang perkembangan street photography di indonesia ?

Belakangan saya lihat cukup bagus, banyak forum diskusi offline maupun online. Sayangnya masih mengutamakan kegiatan hunting foto bersama dibandingkan memperbanyak kegiatan diskusi. Masih harus banyak melihat referensi dari beragam sumber, sehingga tidak hanya mengejar apa yang terlihat bagus secara terlihat untuk mengejar banyak pujian saja.

Faktanya kita cukup ketinggalan dari Thailand, masih jarang nama-nama pelaku street photography Indonesia diajang kompetisi internasional. Namun tahun 2017 nama street photographers Indonesia mulai bermunculan dikancah International.

 

© Udatommo

© Udatommo

 

Jika boleh tahu, saat ini uda aktif dalam kegiatan atau forum street apa saja ?

Saat ini masih aktif sebagai admin di MaklumFoto meskipun belakangan kita kurang ada kegiatan. Menjadi pengurus di Indonesia Street Project pusat maupun di regional Jabar. Dan tentunya aktif bersama Fotoemperan.

Bagaimana pendapat uda jika ada yang mengatakan uda termasuk salah satu tokoh penggerak street di indonesia yang berpengaruh ?

Sangat berlebihan sekali, saya tidak merasa melakukan suatu hal besar dalam bentuk apapun. Hanya suka berbagi dengan sedikit ilmu yang dipelajari. Masih banyak orang yang berhak disematkan panggilan ‘tokoh’ tersebut. Saya masih bukanlah siapa-siapa. Baru belajar untuk berkarya pada jalur ini.

Saya merasa tidak layak

© Udatommo

Adakah beberapa tips untuk teman-teman yang mungkin mau atau sedang mendalami street photography khususnya di indonesia?

Selalu jadi anak kecil yang tidak tahu banyak hal, mudah tertarik akan hal baru sehingga melakukan apapun menjadi menyenangkan. Ignorance is bliss!

Kosongkan gelas kapanpun, dimana pun berada jika masih ingin menimba ilmu.

Rajin membaca dan jangan malas untuk browsing segala informasi.

Apapun itu teorinya, yang paling penting adalah banyak memotret. Praktek akan selalu menjadi pelajaran terbaik!

 © Udatommo

© Udatommo

 

Prestasi dan penghargaan 

Street Hunter.net The July 2017 Street Photography Contest Nominees

Nominated World Street Photography Photobook 5 (2017/2018)

Street Hunter.net The May 2017 Street Photography Contest Nominees

Nominated World Street Photography Photobook 4 (2016/2017)

Nominated World Street Photography Photobook 3 (2015/2016)

 

Website & Media Social

Website :

https://udatommo.com/

Instagram :

https://www.instagram.com/udatommo/

https://www.instagram.com/ud4tommo/

https://www.instagram.com/fnd.it/

Flickr :

https://www.flickr.com/photos/udatommo/

 

EyeEm :

https://www.eyeem.com/u/udatommo

 

You cannot copy content of this page