Salah satu hal paling menakjubkan yang saya temukan berkaitan dengan komunikasi visual adalah Gestalt Factor, dimana teori gestalt itu sendiri digunakan sebagian fotografer untuk mempersepsikan sebuah foto.
Apa sih sebenarnya Gestalt Factor itu?
Gestalt adalah kata dalam bahasa Jerman yang artinya “Keseluruhan Pengelompokan”. Teori gestalt sendiri di kemukakan oleh Kohler, Koffka, dan Max Wertheimer pada tahun 1920. Dalam teori gestalt tersebut mereka menyatakan bahwa secara stimulus otak manusia cenderung mengelompokan visual berupa, struktur, gelap terang, pattern, bentuk, menjadi satu kesatuan yang utuh.
Sebagai contoh gambar berikut ini :
Jika Anda seperti kebanyakan orang, Anda mungkin melihat segitiga. Tetapi pada kenyataannya, semua itu hanyalah susunan tiga “pac man” putih. Kita melihat segitiga karena otak kita mengambil informasi visual yang ambigu dan mengaturnya menjadi sesuatu yang masuk akal bagi kita — sesuatu yang akrab, teratur, simetris, dan yang kita pahami. Karena pada dasarnya dalam pendekatan Gestalt, persepsi berelasi langsung dengan pengalaman, ingatan, dan wawasan kita atas benda-benda lain.
Hal itu dikenal sebagai prinsip gestalt dalam persepsi visual. Sehingga pendekatan gestalt ini banyak dipakai dalam dunia design karena berhubungan erat dengan pengkomposisian.
Mengapa mengembangkan visi gestalt begitu penting? Jawabannya sangat sederhana: Karena visi gestalt mencakup persepsi bawaan dan membuka persepsi berdasarkan pengalaman dan pengetahuan pribadi Anda. dan menggabungkan keduanya.
Kemudian pertanyaanya, bagaimana implementasi teori gestalt dalam fotografi?
Teori Gestalt ini memuat prinsip-prinsip atau ‘hukum-hukum’. Yang sering digunakan dalam fotografi yaitu:
Figure to Ground
Jika Anda melihat gambar di atas, Anda dapat melihat betapa mudahnya untuk melihat titik putih dengan latar belakang hitam, atau sebaliknya. Mereka memiliki “Figure to Ground” yang kuat – karena figur (titik) mudah dilihat dengan latar (Background).
Prinsip figur-ground menyatakan bahwa orang secara naluriah memandang objek sebagai latar depan atau latar belakang. Dalam prinsip ini area yang lebih kecil (biasa disebut smallness) cenderung dilihat sebagai figur yang menentang latar yang lebih luas.
Salah satu foto favorit saya adalah karya Jousef Koudelka. Dalam foto diatas, Ada latar belakang yang tampak sangat suram dan dingin (latar belakang salju yang lebih terang). Dan di tengah-tengah frame pada foto tersebut, terdapat siluet seekor hewan yang hitam pekat dan telinga yang tajam, pasti kebanyakan kita akan berpendapat itu adalah siluet seekor anjing, sebagaimana visual yang sering kita temui dengan bentuk seperti itu adalah anjing.
Prinsip figure to ground bekerja sangat baik pada foto ini. Ia memiliki figur yang sangat gelap dengan latar belakang putih. Objek anjing itu memiliki kontras yang kuat terhadap latar belakang putih, dan Anda dapat dengan mudah melihat anjing itu.
Similiarity
Prinsip similiarity menyatakan bahwa ketika segala sesuatu tampak mirip satu sama lain, secara stimulus kita akan mengelompokkannya bersama. Dan kita juga cenderung berpikir mereka memiliki fungsi yang sama.
Misalkan pada foto diatas. Kita akan menganggap spot putih pada kulit hewan mamalia tersebut seperti angsa setengah badan. Karena persepsi kita terbentuk secara otomatis dengan melihat bentuk angsa yang ada di belakangnya.
Continuity
Prinsip continuity menyatakan bahwa elemen-elemen yang diatur pada garis atau kurva dianggap lebih terkait daripada elemen yang tidak pada garis atau kurva.
Karena otak kita secara setimulus cenderung lebih suka kontur yang terbentuk atas kontinuitas dibanding dengan pola yang berbeda-beda arahnnya.
Pada foto diatas mata kita akan terfokus pada garis tengah yang membentang yang seakan garis itu tak terputus, karena secara kebetulan corak pada tubuh anjing tersebut seakan memberikan kita visual bahwa garis tengah tersebut tidak terputus. Padahal secara nyata kita tahu bahwa garis yang membentang tersebut sebenarnya terputus tertutup oleh tubuh anjing, tetapi otak kita melihat itu menjadi satu kesatuan garis yang tak terputus, atau berlanjut.
Common fate
Dalam prinsip Common Fate secara psikologis manusia cenderung melihat kelompok objek sebagai garis bergerak dalam lintasan halus, yang dianggap sebagai stimulus tunggal.
Mengenai common fate, seringkali praktisi melihatnya beririsan dengan prinsip continuity.
Pada foto diatas, kita melihat kumpulan burung yang terbang diatas langit seakan membentuk sebuah garis, yang berbentuk tanda tanya”?” atau angka”7″, kita melihat burung yang terbang tersebut menjadi satu kesatuan utuh dan berbentuk garis bergerak ke atas atau ke bawah yang seakan muncul atau keluar dari kepala orang yang ada di foto tersebut.
Closure
Prinsip closure menyatakan bahwa ketika kita melihat susunan elemen visual yang kompleks, kita cenderung mencari pola tunggal yang dapat dikenali.
Dengan kata lain, ketika Anda melihat gambar yang memiliki bagian yang hilang, otak Anda akan mengisi bagian yang kosong dan membuat gambar yang lengkap sehingga Anda masih bisa mengenali polanya.
Misalnya, ketika Anda melihat gambar di atas Anda kemungkinan besar melihat zebra meskipun gambar itu hanya kumpulan bentuk hitam. Pikiran Anda mengisi informasi yang hilang untuk menciptakan pola yang dapat dikenali berdasarkan pengalaman Anda.
Pada foto diatas kita akan melihat bagian putih diantara kedua tangan 4 orang tersebut berbentuk “x” atau mungkin berbentuk kelopak bunga tergantung dari pengalaman masing-masing. Bagian yang hilang kita lengkapi di dalam fikiran kita dan kita melihatnya menjadi bagian yang lengkap dan utuh yang kita kenali berdasarkan pengalaman visual yang kita miliki.
Refrensi: